Selasa 09 Aug 2016 04:47 WIB

NU, Campa, Para Wali di Jawa, dan Manipulasi Sejarah Keruntuhan Majapahit

Seorang pedagang keliling melintas di depan deretan rumah bergaya arsitektur Majapahit di Desa Bejijong, Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (10/3).
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Seorang pedagang keliling melintas di depan deretan rumah bergaya arsitektur Majapahit di Desa Bejijong, Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (10/3).

NU, Campa, Para Wali di Jawa, dan Manipulasi Sejarah Keruntuhan Majapahit

Oleh: Prodf DR Abdul Hadi WM (Guru Besar Universitas Paramadina)

Kesultanan Samudra Pasai (1270-1516 M) adalah kerajaan Islam besar pertama di Nusantara yang secara resmi memutuskan madzab Sunnah wal Jamaah sebagai madzab resmi kerajaan.

Kota mutakhir di Indonesia yang menyebut dirinya sebagai kota Ahlul Sunnah wal Jamaah adalah Sumenep di ujung timur pulau Madura. Alangkah jauh jarak antara Pasai dan Sumenep.

Orang-orang Aswaja di Jawa Timur, termasuk NU yang mengaku representasi dari Ahlul Sunnah wal Jamaah, banyak yang tak tahu hubungan Islam yang berkembang di Jawa Timur dan Islam yang telah pesat berkembang di Samudra Pasai pada abad ke-13 M. Mereka juga diajari agar tidak kenal bahwa legenda putri Campa (Cempo yang dikenal luas masyarakat Jawa Timur) ada hubungan dengan kisah kecantikan putri-putri Jeumpa Aceh (Pasai) yang pada abad ke-14 M banyak memikat bangsawan Majapahit termasuk raja-raja mereka.

Ahli sejarah di Jawa dan Belanda mengecoh kita dengan senantiasa menyebut bahwa Campa di Kamboja, bukan di Aceh. Mereka lupa bahwa sejarah kedatangan dan penyebaran Islam di Jawa dimulai di kota-kota pesisir seperti Surabaya, Gresik, Tuban, dan Sedayu. Kota-kota itu terletak berhadapan dengan Selat Madura.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement