Selasa 02 Aug 2016 09:00 WIB

Begini Cara Hakim MTQ Nasional Jaga Netralitas

 Kafilah dari DKI Jakarta, Dasrizal melantunkan ayat suci Al Quran saat babak penyisihan MTQ Nasional ke XXVI cabang Sab’ah yang diselenggarakan di Islamic Center Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Ahad (31/7).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kafilah dari DKI Jakarta, Dasrizal melantunkan ayat suci Al Quran saat babak penyisihan MTQ Nasional ke XXVI cabang Sab’ah yang diselenggarakan di Islamic Center Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Ahad (31/7).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM — Setiap juri atau dewan hakim untuk setiap cabang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dalam menjalankan tugasnya telah disumpah. Pengambilan sumpah dewan hakim dilakukan Ketua Pengadilan Tinggi NTB dengan tujuan di antaranya untuk bertanggungjawab mengawal kredibilitas MTQN.

Untuk menghasilkan juara MTQ Nasional ke XXVI yang dilaksanakan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat diperlukan netralitas dari dewan hakim pada masing-masing jenis lomba tidak terkecuali pada cabang Hafalan Al Quran Golongan 10 dan 20 Juz.

Ketua Majelis Hakim cabang Hafalan Al Quran Golongan 10 dan 20 Juz Dzulfikar Abd Malik mengatakan, untuk menjaga netralitas dari Dewan hakim yang pertama adalah dengan dibaiat dan disumpah. Kedua,  tidak satupun hakim yang diberikan penjelasan mengenai peserta berasal dari mana seperti dilansir dari laman resmi Kemenag.

"Hakim hanya diberitahu nomor tampil peserta saja,” kata Dzulfikar Abd Malik saat ditemui di Pondok Pesantren Al Aziziyah yang menjadi lokasi lomba.Dzulfikar Abd Malik mengatakan, panitia MTQ sudah membuat skema perlombaan agar juri tetap menjaga kenetralannya. Salah satunya, identitas dan asal peserta dirahasiakan. Misalkan pada perlombaan kategori hafalan, dewan juri hanya mengetahui nomor peserta dan tipe soal perlombaan saja.

"Dengan begitu, peluang munculnya tindakan berat sebelah dalam penjurian oleh juri dapat ditekan," ucap Dzulfikar Abd Malik.Dzulfikar juga memberikan apresiasi terhadap peserta hafalan yang berasal dari kalangan anak muda. Sanjungan itu muncul karena belakangan sangat sulit menemukan anak muda yang bersemangat dalam menghafal Alquran.

Dzulfikar Abd Malik juga memberikan apresiasi untuk panitia pusat dan panitia daerah dalam mengadakan perlombaan hafalan Alquran 10 juz dan 20 juz ini dilaksanakan di pondok pesantren Al Aziziyah Lombok ini. Dengan mendengar penampilan peserta mengalunkan hafalan Alquran diharapkan akan lebih termotivasi untuk meningkatkan hafalannya.

"Dengan pondok dijadikan sebagai lokasi lomba, tentu akan memotivasi santri santri disitu dan para pengasuh pondok akan bergairah memberikan bimbingan tahfidz kepada santri-santrinya," ujarnya.

MTQ cabang hafalan 10 juz dan 20 juz ini diikuti oleh 19 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia, setiap peserta tampil di tahap penyisihan. Peserta cabang ini usianya maksimal 16 tahun kurang sehari untuk kategori 10 juz dan 17 tahun kurang sehari bagi nomor lomba 20 juz. Perlombaan hafalan 10 juz dan 20 juz dilaksanakan mulai tanggal 31 Juli - 5 Agustus 2016 mendatang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement