Selasa 21 Jun 2016 23:37 WIB

Begini Potret Perpaduan Budaya Islam dan Afrika

Rep: Kabul Astuti/ Red: Nasih Nasrullah
Masjid Djenne, Mali, Afrika
Foto: wikipedia.org
Masjid Djenne, Mali, Afrika

REPUBLIKA.CO.ID, Ekspansi Islam tidak hanya menyebabkan pembentukan komunitas baru di Afrika, tetapi menata ulang masyarakat sesuai model Islam. Ketinggian peradaban Islam yang pernah dicapai di Afrika merupakan bantahan atas prasangka rasis yang menganggap orang-orang Afrika sebagai ‘manusia nomor dua.

Afrika adalah rumah bagi hampir seperempat dari total populasi dunia Muslim. Islam berada dalam jumlah besar di Afrika Utara, Afrika Barat, serta Tanduk Afrika. Sekitar 42 persen dari populasi benua Afrika mengidentifikasi sebagai Muslim.

Sebagian besar menganut Sunni, dengan mahzab Maliki, Syafii, atau Hanafi. Kompleksitas Islam di benua ini terungkap lewat berbagai mahzab, tradisi, dan warisan sejarah.

Pertemuan antara budaya Islam dan Afrika tradisional menawarkan semacam perpaduan yang khas. Masyarakat Afrika menyerap prinsip-prinsip kebudayaan Islam, kemudian secara lentur menerjemahkannya sesuai kondisi mereka.

Arsitektur, seperti Masjid Agung Djenne di Mali misalnya, merupakan bangunan lumpur terbesar di dunia dan arsitektur Sudano-Sahelian terbaik.

Nehemia Levtzion dan Randal L Pouwels dalam The History of Islam in Africa, menulis, Islam juga menyumbang tradisi pengajaran dan penulisan naskah-naskah agama di Afrika. Timbuktu, sebuah kota di Mali, Afrika Barat merupakan salah satu pusat budaya utama di Afrika yang memiliki tradisi naskah kuat.

Sejak abad ke-12M, Timbuktu telah menjadi pusat peradaban Islam di Afrika Barat. Puluhan ribu naskah Islam disimpan secara turun temurun. Kota ini bahkan pernah menjadi pusat perdagangan yang ramai. Timbuktu juga memiliki sebuah perguruan tinggi tempat para sarjana Muslim berkumpul, yaitu Sankore University.

Penguasa membangun perpustakaan-perpustakaan yang luas, madrasah, dan masjid. Salah satu ulama besar yang hidup pada masa itu adalah Abu al-Abbas Ahmad ibn Ahmad al-Takruri al-Massufi al-Timbukti atau Ahmad Baba. Ketika Eropa mulai mencengkeram benua ini, Timbuktu berada di bawah kekuasaan Prancis.

Bagi dunia Islam, hubungan dengan Afrika tidak hanya dalam perdagangan budak, tapi keterlibatan politik dan budaya. Islam meninggalkan pengaruh yang mendalam di Benua Afrika. Selain mengubah aturan kehidupan sehari-hari, unsur-unsur tradisional banyak yang mendapat pengaruh Islam, seperti pakaian, mitologi, seni, dan bahasa.

Di sisi lain, Afrika juga meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam peradaban Islam dengan melahirkan sejumlah ulama besar, kerajaan terpenting, serta tradisi yang lestari.

Di Maroko, Muslim mendirikan Fez yang segera berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan dan pemerintahan. Universitas al-Qarawiyyin yang disebut-sebut sebagai universitas tertua di dunia berada di Fez, Maroko. Seorang cendekiawan besar dunia Muslim, Ibnu Khaldun, tumbuh besar di tempat ini.

Hal serupa terjadi di kota-kota lain seperti Kairo dan Alexandria. Keberadaan Universitas al-Azhar, yang dapat disebut tujuan kedua pendidikan para pelajar Muslim setelah Makkah-Madinah, merupakan bukti ketinggian peradaban masyarakat Afrika pada masa Islam.

Keilmuan ulama-ulamanya diakui di seluruh dunia. Hingga kini, sejumlah negara di Afrika, seperti Libya, Mesir, Sudan, dan Maroko, masih menjadi pusat-pusat keilmuan yang dikunjungi para pelajar Muslim dari berbagai negara.Bagaimana sebuah peradaban yang disebut barbar dapat meninggalkan jejak-jejak monumental semacam itu?

Sebuah negara di Afrika utara, Mauritania, terkenal dengan pengajaran Alquran kepada anak-anak sejak dini. Islam berkembang di Mauritania ketika Dinasti Murabithun menguasai kawasan itu pada abad ke-11. Salah satu ulama besar yang lahir dari sana ialah Syekh al-Amin asy-Syinqithi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement