Jumat 29 Apr 2016 05:00 WIB
Mengenang Kiai Ali

KH Ali Mustafa Yaqub Bicara tentang Nikmatnya Belajar Hadis

Prof DR KH Ali Mustafa Ya'qub menyampaikan tausiyah usai shalat maghrib berjamaah dengan awak redaksi di Mushala Harian Republika, Jakarta, Jumat (21/8).
Foto:

Banyak orang salah memahami hadis. Sebagai ahli hadis, apa yang Anda lakukan?

Di Indonesia, langka yang dapat disebut sebagai ahli hadis. Karena itu banyak ulama, terutama mubalig-mubalig, menyampaikan hadis ternyata hadisnya itu palsu. Untuk memperbaiki itu, perlu waktu. Saya merasa berkewajiban meluruskan. Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin mereka tidak tahu. Ya, salah satu cara saya untuk memberikan pelurusan dalam hal ini, pertama saya menulis. Itu melalui tulisan, ceramah-ceramah, dan sebagainya. Baik di buku, di majalah, di koran.

Makanya terus terang, saya menulis buku tidak melihat royalti bagaimana. Yang penting menyebar ke masyarakat dan bermanfaat buat mereka. Itu yang penting. Kedua, untuk mengkader orang-orang yang ahli hadis, saya bikin pesantren (Darus-Sunnah, high institute for hadith science) tingkat S-1. (Bahasa pengantar di pesantren ini adalah Bahasa Arab). Itu mulai 1997 dan sudah wisuda empat kali, sudah mengeluarkan 66 sarjana ilmu hadis. 

Salah satu buku Anda berjudul Haji Pengabdi Setan... Rasulullah punya kesempatan untuk haji tiga kali, mengapa haji cuma satu kali?

Rasulullah punya kesempatan umrah, ratusan bahkan ribuan kali. Tapi umrah yang sunah hanya dua kali, tiga kali dengan yang gagal. Apa sebabnya? Mestinya kita berpikir itu. Seandainya umroh berkali-kali, haji berkali-kali sesuatu hal yang afdal dari pada ibadah yang lain, mungkin Rasulullah sudah mengerjakan. 

Saya mencoba mencari jawabannya, ternyata di Medinah saat itu banyak anak-anak yatim akibat perang. Banyak janda-janda yang memerlukan santunan, banyak mahasiswa yang tidak punya apa-apa, yang belajar rutin dengan nabi. Ini kan memerlukan santunan. 

Uang Rasullullah dan para sahabat disalurkan untuk menyantuni mereka. Bukan untuk haji berkali-kali dan bukan untuk umrah berkali-kali. Itu adalah ibadah sosial, lebih utama dari pada ibadah individual. Dalam bahasa fiqihnya, ''Ibadah yang dirasakan manfaatnya oleh orang lain di samping oleh pelakunya lebih utama dari pada ibadah yang hanya dirasakan oleh pelakunya saja. Makanya Rasulullah lebih memprioritaskan ibadah-ibadah sosial.

Tapi kita tidak. Kita cenderung ingin haji tiap tahun, ingin umrah tiap bulan. Saya pikir, itu tuntunan dari siapa? Apakah Allah memberikan tuntunan, apakan nabi memberikan tuntunan, tidak. Lalu tuntutan dari siapa? Dari bisikan hawa nafsu melalui setan. Makanya saya bikin buku namanya Haji Pengabdi Setan. Jadi saya sampai heran ada masjid buat brosur, siapa yang mampu ke Makkah bulan Ramadhan supaya Anda harus pergi umrah. Ternyata setelah saya lihat, itu oh kong sungai (kali) kong dengan biro travel. Sudah tidak beres kalau begitu, sudah tidak benar lagi. Justru Rasulullah itu tidak pernah, apalagi mengirim jamaah untuk umrah Ramadhan. Umrah Ramadhan saja tidak pernah kok.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement