Oleh: Ina Salma Febriany
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah, ia berkata, “Pernah aku bertanya kepada Nabi Saw. Dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Nabi Saw menjawab, “Engkau menjadikan tandingan untuk Allah, padahal Dialah penciptamu,” aku lalu berkata, “Jika demikian, berarti syirik adalah dosa besar!” Kemudian aku bertanya lagi, “Lalu apa lagi ya Rasul?” Nabi menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir (miskin).” Kemudian aku bertanya, “Lantas apa lagi ya Rasul?” Nabi Saw menjawab, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (HR Bukhari; 7520)
Allah Al-Ghaffar; Allah menamai Dzat-Nya dengan Ghaffar yang berarti Maha Pengampun. Bukan tanpa alasan tentunya, sebab manusia senantiasa melakukan berbagai macam kesalahan dan dosa, maka dengan nama tersebut, mengindikasikan bahwa sepatutnya hanya kepada-Nyalah kita memohon ampunan.
Tiga dosa besar di atas yaitu syirik, membunuh anak karena takut miskin dan terakir berzina, masuk ke dalam sebesar-besarnya dosa yang Allah murkai. Namun, bukan berarti Allah tidak mau mengampuni. Dalam beberapa surah, Allah juga meletakkan dua asmaaul husna sekaligus dengan Al-Ghafur Ar-Rahiim; yang berarti Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Ini dapat diartikan bahwa setelah manusia menyerahkan dirinya dengan taubat nasuha dan terus memperbaiki diri, maka setelah itu ia pasti merasakan bahwasannya Allah-lah Maha Penyayang yang kasih sayangnya tak berbilang. Seperti dalam firman-Nya pada surah Al-An’am di bawah ini.
“.........Allah telah menetapkan atas diri-Nya sifat kasih sayang, bahwasannya siapa saja di antara kalian berbuat kejahatan karena kebodohan kemudian dia bertaubat dan (setelahnya) memperbaiki diri maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang,” (Qs. Al-An’aam: 54)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Ketika Allah menciptakan makhluk, maka Dia menuliskan dalam kitab-Nya (Lauhul Mahfudz) di sisi-Nya yang berada di atas Arsy dan ia berfirman, ‘Sesunggunya, rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku,” (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut Abu Usamah Salim bin Idul Hilali dalam Bahjatun Nazirina Syaru Riyadis Shalihina, hadits tersebut memiliki beberapa faidah, di antaranya pertama, sebagai bukti bahwa Allah Maha Tinggi di atas makhluk-Nya. Dia berada di atas Arsy terpisah dari makhluknya. Kedua, menetapkan bahwa Allah memiliki sifat rahmat (kasih sayang) dan murka.
Dua sifat ini tidak boleh ditakwilkan dengan kehendak memberikan pahala dan hukuman. Ketiga, Menerangkan bahwa rahmat Allah sangat luas meliputi semua hamba-Nya, tanpa pilih kasih dan rahmat Allah mengalahkan murka-Nya.
Kesalahan dan dosa memang tempatnya manusia, tapi, selalu ada Allah Yang Maha Pengampun dosa yang senantiasa menanti pertaubatan semua hamba-Nya. Tetaplah berkhusnudzan akan kebaikan-Nya; sebab rahmat Allah, mengalahkan murka-Nya. Allahu a’lam