REPUBLIKA.CO.ID, Hadis-hadis tentang dajjal, cukup banyak antara lain diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim seperti yang Anda kutip di atas. Dalam beberapa riwayat dikemukakan juga bahwa Rasul SAW bersabda:''Tidak akan bangkit kiamat sebelum datang sekitar 30 orang pembohong-pembohong yakni dajjal-dajjal, semua mengaku sebagai Rasul Allah (HR Attirmidzi dan Annasai melalui Abu Hurairah).
Dajjal yang terbesar adalah yang akan datang menjelang hari kiamat. Pakar Hadis Ibnu Hajar dalam bukunya Fath Albary --berdasar sekian banyak riwayat yang bersumber dari sahabat Nabi Abu Said Alkhudry-- menyebut sekian banyak sifat dan keadaannya, antara lain bahwa dajjal adalah seorang Yahudi, tidak memiliki anak, tidak dapat masuk ke Mekkah dan Madinah (HR Muslim), buta sebelah, mata sebelah kirinya berkilau bagaikan bintang kejora. Ia akan bangkit dari timur. Ada riwayat yang menyatakan dari Khurasan ada lagi dari Asfahan yaitu daerah Iran sekarang (HR Muslim).
Pada mulanya dia menampakkan keshalehan, kemudian mengaku Nabi dan terakhir mengaku sebagai Tuhan. Memang menurut wriwayat ia memiliki sekian keistimewaan yang dapat mengelabui manusia, tetapi yang menggunakan pikirannya tidak akan terpedaya apalagi mengakuinya sebagai Tuhan atau nabi.
Berbeda-beda penilaian ulama tentang riwayat-riwayat menyangkut dajjal ini. Serta makna Hadis-hadis Nabi SAW itu. Kelompok Ahl Sunnah lebih-lebih pakar Hadis mengakui adanya apa yang dinamai dajjal dan bahwa ia adalah satu sosok manusia yang menjerumuskan umat Islam, tetapi kelompok Mu'tazilah yang cenderung sangat rasional menolak kebenaran Hadis-hadis itu. Sebagian pemikir kontemporer memahami Hadis-hadis yang berbicara tentang dajjal dalam arti kondisi tertentu yang dialami masyarakat. Ada yang memahaminya dalam arti peradaban Barat dewasa ini.
Peradaban tersebut buta sebelah dalam arti hanya melihat satu sisi yakni sisi duniawi dan material dari kehidupan ini dan tidak melihat sisi ukhrawi serta hal-hal yang bersifat spiritual. Ini mengantar manusia mempertuhan materi, karena terpengaruh olehnya bahkan memperturutkan dan mempertuhankannya. Apa yang diperlihatkan sebagai sesuatu yang baik pada hakikatnya adalah keburukan, demikian juga yang diperburuknya dapat merupakan sesuatu yang baik. Hemat penulis --yang ingin memahaminya dalam arti hakiki-- kita masih dapat hidup tenang, atau tidak perlu terlalu kuatir menghadapinya, karena menurut riwayat, dajjal baru akan datang pada masa kekhalifahan Imam Mahdi yang ketika itu ibukota Islam adalah Qudus (Yerusalem) setelah kaum Muslimin berhasil mengalahkan orang-orang Yahudi.
Melihat situasi dunia dewasa ini, perkembangan masalah Palestina, kekuatan orang-orang Yahudi dan pengaruhnya yang demikian besar, sikap masyarakat dan pemerintah Iran dewasa ini yang sangat antizionis, maka agaknya dajjal dalam pengertian hakiki itu, belum akan muncul di tengah generasi kita dewasa ini. Kecuali jika kita memahami Hadis-hadis itu dalam pengertian metafora, yakni peradaban Barat dengan segala kekurangan dan bahayanya. Demikian wa Allah a'lam. (Dokumentasi Republika 2001).