REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gerakan Persatuan Islam semakin menemukan bentuk dengan bergabungnya ulama kelahiran Tamil, Achmad Hassan. A Hassan dapat dibilang ideolog bagi gerakan ini. Ketika A Hassan kemudian pindah ke Bangil, ia mengembangkan Persis di sana. Secara umum, organisasi ini kurang memberi penekanan pada kegiatan organisasi atau pembentukan cabang.
Kajian Persis tidak dapat dilepaskan dari nama Howard M Federspiel. Dialah orang pertama yang secara khusus membahas Persis sebagai gerakan pembaharuan Islam, layaknya Muhammadiyah dan NU. Federspiel dalam disertasi berjudul "Persatuan Islam: Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia (1970)" mengakui, "Arti penting Persis terletak pada upayanya dalam mendefinisikan penegakan Islam, prinsip-prinsip yang mendasarinya, dan perilaku Muslim yang semestinya bagi masyarakat Indonesia."
(Baca: Di Gang Belakang Pakgade Lahirlah Persatuan Islam)
Mengenai corak pemikiran ormas ini, ia menyatakan, "Persatuan Islam menghindari pelbagai konsep dan generalisasi yang samar, suatu hal yang tidak biasa di Indonesia. Para anggotanya mengemukakan pandangan-pandangan yang sangat jelas tentang budaya tradisional Indonesia, perkembangan yang sedang terjadi pada abad ke-20, budaya Barat, serta pemikiran dan praktik keagamaan Muslim tradisional." Kendati, ia juga mengkritik, "Mentalitas 'mukmin sejati' dari para aktivis Persis seringkali menghasilkan pemikiran yang sempit dan intoleran."
Pada awal berdirinya, Persis sangat responsif terhadap isu-isu dan wacana pemikiran yang sedang berkembang pada awal abad ke-20, khususnya mengenai tradisi lokal, pemikiran global, dan budaya Barat. Seperti ditulis Jeje Zainuddin, salah satu isu hangat pada masa itu adalah tentang konsep negara modern Indonesia.
Polemik dan perdebatan sering terjadi antara pendukung konsep nasionalisme sekuler dengan pendukung nasionalisme Islam. Persis melalui tokoh-tokohnya, seperti A Hassan, M Natsir, dan M Isa Anshary, banyak menuliskan gagasan Islam dan nasionalisme.
Persis juga dikenal sebagai ormas yang paling awal mendeteksi ancaman aliran sesat seperti Ahmadiyah, menghadapi perdebatan teologis dengan kaum Kristen, dan memelopori gerakan antikomunisme. Karakter dasar pemikiran Islam Persis yang mengharuskan adanya argumen yang kokoh dai Alquran dan sunah membuat Persis bersikap kritis terhadap semua doktrin dan praktik keberagamaan.
"Sebab itulah, pada awal kebangkitan dakwahnya, Persis dipenuhi dengan forum debat," catat Jeje Zainuddin. Pada masa ini, "Gaung Persis terdengar lebih besar ketimbang organisasinya."