Selasa 04 Aug 2015 21:21 WIB
Muktamar NU

As'ad Said: Soal Ahwa Sudah Diakhiri Gus Mus

Muktamirin berpelukan dengan sorang anggota Banser seusai Rais Aam PBNU Mustofa Bisri memberikan fatwa saat pembahasan rancangan Tatib Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8).
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru
Muktamirin berpelukan dengan sorang anggota Banser seusai Rais Aam PBNU Mustofa Bisri memberikan fatwa saat pembahasan rancangan Tatib Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG -- Calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama As’ad Said Ali menilai, perdebatansoal sistem Ahlul halli wal aqdi (ahwa) dalam pemilihan Rais Aam PBNU sudah berakhir setelah KH Mustofa Bisri sebagai Rais Aam menyampaikan ceramahnya di hadapan sidang Muktamar ke-33 NU, Senin (3/8) kemarin.

“Soal Ahwa sudah diakhiri dengan tampilnya Gus Mus. Apalagi yang dipersoalkan? NU kan biasa. Habis gegeran (bertengkar) lalu gergeran (tertawa),” katanya menjawab pertanyaan wartawan di lokasi muktamar Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Selasa (4/8) malam.

Ditanya apakah dirinya lebih setuju dengan Ahwa atau tidak, As’ad mengatakan semua keputusan ada di tangan muktamirin.

“Kita pilih kalau tidak dengan musyawarah ya kita voting. Demi NU, demi persatuan, Ahwa nggak usah dipaksakan. Lain kali dibahas pelan-pelan sehingga bisa Ahwa diterapkan tahun 2020,” kata Wakil Ketua

Umum PBNU ini.

Terkait pencalonan dirinya sebagai ketua umum, alumni Pesantren Krapyak Yogyakarta itu bercerita, para kiai datang kepadanya untuk maju sebagai alternatif dari beberapa calon yang sudah muncul.

“Saya dianggap tidak ada resistensi. Karena diminta kita maju ya kita maju. Insyaallah, sudah kuat sekali, saya sudah bekeliling ke luar Jawa juga. Soal nanti bagaimana kita serahkan kepada Allah,” katanya.

Kepada wartawan, As’ad mengatakan akan menggerakkan NU sebagai organisasi yang mandiri. Soal kemandirian menjadi salah satu program utama yang akan dijalankannya lima tahun kedepan.

“Kemandirian penting karena bangsa kita ini kan belum mandiri. Kalau NU sebagai kekuatan civil society terbesar bisa menjadi kekuatan yang mandiri maka akan bisa menghilangkan kesenjangan ekonomi. Kita sebagai bangsa bisa take off ke atas,” katanya.

Ditambahakan, persoalan intoleransi dan radikasilme juga terkait persoalan kesenjangan ekonomi, baik di kota dan di desa atau Jawa dan luar Jawa. “Soal kesenjangan ini harus diatasi dulu,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement