REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Mekanisme pemilihan Rais 'Aam dengan ahlul halli wal 'aqdi (Ahwa) atau musyawarah mufakat dalam Muktamar Nahdlatul Ulama ke-33 di Jombang, Jawa Timur masih belum final. Perbedaan pendapat terkait mekanisme ini masih terjadi di internal NU.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj menilai, perbedaan yang terjadi merupakan hal yang biasa. Namun, metode ini dinilai paling tepat digunakan untuk memilih Rais 'Aam. Sebab, menurut dia, cara ini bisa meminimalisir kegaduhan dan potensi adu domba.
"Kiai sepuh jangan kita adu domba, kiai sepuh yang kita muliakan jangan diadu secara terbuka," kata dia di Ponpes Mamba'ul Ma'arif Denanyar, Jombang, Sabtu (1/8).
Said berpendapat, cara voting tidak tepat digunakan untuk pemilihan Rais 'Aam. Selain, untuk menghindari 'benturan' secara terbuka, cara Ahwa dilakukan untuk menjaga kehormatan kiai sepuh yang menduduki posisi tersebut. Sebab Rais 'Aam adalah orang yang sangat dihormati di ormas Islam terbesar di Indonesia ini.
"Kami berkewajiban menjaga kehormaran kiai-kiai sepuh itu," ujar Said.
Dia menambahkan, mekanisme musyawarah mufakat atau Ahwa ini tidak datang tiba-tiba. Keputusan ini sudah dikaji lama sebelum hiruk pikuk muktamar. Baru kemudian diputuskan dalam Munas NU di Jakarta Juni lalu yang dihadiri oleh pengurus struktural dan kiai-kiai sepuh di luar struktur organisasi.
Namun, Said menyadari bahwa itu belum final. Semua masih bisa terjadi di pembahasan sidang komisi dalam rangkaian muktamar ini. Namun, Said meminta agar semua pihak menghormati putusan munas.
"Segalanya masih mungkin," ujar dia.
Ahwamerupakan mekanisme untuk memilih Rais 'Aam PBNU yang rencananya akan diterapkan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang 1-5 Agustus ini.
Keputusan itu lahir sebagai produk hasil Munas NU di Jakarta pada 14 Juni lalu. AHWA nantinya akan diisi oleh sembilan ulama NU. Mereka yang masuk anggota harus memiliki kriteria berakidah Ahlussunnah wal Jamaah al Nahdliyah, wara', zuhud, bersikap adil, berilmu, integritas moral, tawadlu', berpengaruh, dan mampu memimpin.
Sejumlah nama sudah muncul ke permukaan untuk mencalonkan diri. Beberapa di antaranya KH Hasyim Muzadi untuk posisi Rais ‘Aam, serta KH Said Aqil Siroj, KH Salahuddin Wahid, As’ad Said Ali, dan Muhammad Adnan untuk posisi Ketua Umum Tanfidziyah.