REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ahmad Satori Ismail mendukung putusan Ijtima' Ulama V Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang kriteria pengafiran.
MUI berfatwa, dalam memutuskan suatu keyakinan, ucapan, dan perbuatan sebagai tindakan kufur merupakan kewenangan MUI Pusat dengan persyaratan dan prosedur yang ketat.
"Saya mendukung yang berhak mengafirkan adalah lembaga dan setelah ada proses verifikasi," ujar Satori ketika dihubungi Republika, Kamis (25/6).
Ia mengatakan, mengafirkan seseorang tidak bisa dilakukan sembarangan. Satori mencontohkan, di Mesir ada persidangan untuk membuktikan seseorang telah kafir.
Beberapa tahun lalu, kata Satori, seorang pemikir Mesir Nasr Abu Zayd divonis kafir oleh pengadilan. Satori mengaku, vonis tersebut telah melalui proses verifikasi selama persidangan. Sehingga, kata Satori hasil sidang adil dan bisa dipertanggungjawabkan.
Satori mengingatkan, sesama umat Islam tidak boleh saling mengafirkan. Bahkan, kata Satori berdasarkan hadis jika seseorang menyebut kawannya kafir padahal tidak kafir, justru kekafiran itu bisa kembali ke dirinya sendiri.
"Saling menuduh tidak dibolehkan," kata Satori.
Satori menambahkan, perlu dibedakan pendapat kufur dengan seseorang yang kafir. Ia mengatakan, seandainya ada pemikiran yang bertentangan seperti misalnya pendapat Alquran tidak maka pemikiran tersebut kufur.
"Jadi kalau seperti itu, pendapatnya yang kafir. Perlu dibedakan," kata Satori.