REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi pernikahan beda agama Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Wakil ketua umum PBNU, Asad Said Ali mengatakan, dasar hukum yang ada di Indonesia tidak bisa disamakan dengan dunia barat. Indonesia memiliki pancasila sebagai falsafah bangsa.
"Ini bukan sekedar masalah kemanusiaan. Ini konsepsi dan toleransi yang berbeda antara Barat dan Timur. Jadi saya mendukung putusan MK tersebut,"ujar Asad Said Ali kepada ROL, Ahad (21/6).
Ia menjelaskan, syarat sah suatu perkawinan haruslah dicatat oleh negara dan agama. Sehingga jika perkawinan beda agama disahkan maka akan menimbulkan kesemerawutan sosial. Sehingga akan terjadi konflik dan mengancam keutuhan bangsa.
Menurutnya, langkah yang ditempuh pemohon dengan mengajukan gugatan UU Perkawinan nomor 1 Tahun 1974 tersebut sebagai upaya sistematis Indonesia menganut kebebasan beragama seperti di dunia barat. Namun, hal ini tentu ditentang oleh banyak pihak karena Indonesia memiliki pancasila yang tidak dimiliki negara lain. Tradisi yang ada di indonesai harus menjadi bagian dari masyarakat. Sehingga tidak terpisahkan dari historis bangsa.
Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat menolak seluruh permohonan para pemuhon uji materi Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Majelis hakim MK menyatakan bahwa pasal yang dipersoalkan itu tak melanggar konstitusi siapapun.
Dalam pertimbangan lain, majelis hakim berpendapat perkawinan tidak boleh dilihat dari aspek formal, tapi juga dari aspek spiritual dan sosial.