REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berbagai perilaku curang dilakukan manusia untuk mengelabui hukum. Satu di antara perbuatan curang untuk mengelabui hukum adalah pura-pura masuk Islam menjadi mualaf untuk bisa menikahi pasangan beda agama.
Sebagaimana diketahui, larangan nikah beda agama sejatinya telah dilarang secara tegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) VIII/16/Ijtima Ulama/VIII/2024. Untuk mengelabui hukum pelarangan ini, ada orang yang rela pura-pura memeluk Islam, pura-pura beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan bahwa nikahnya tidak sah jika ada orang pura-pura memeluk Islam agar bisa menikahi pasangan Muslim.
"Nikahnya enggak sah, itu masuk penipuan, dan hukumnya haram," kata Kiai Niam kepada Republika.co.id, Rabu (31/7/2024).
Kiai Niam menjelaskan, pernikahan itu ibadah, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan agama. Untuk tujuan membangun keluarga yang sakinah penuh cinta kasih.
"Bagaimana mungkin tujuan pernikahan dapat tercapai kalau prosesnya sudah dilakukan dengan melanggar hukum, penipuan, pemalsuan dan tipu muslihat," ujar Kiai Niam.
Sebelumnya, diberitakan Republika.co.id pada Selasa (30/7/2024), Mahasiswa Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Andre Afrilian mengungkap praktik untuk mensiasati larangan kawin beda agama yang berlaku di sejumlah masyarakat.
Hal itu dia ungkap saat memaparkan kajiannya dalam perhelatan Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ANCF) 2024 yang digelar MUI di Jakarta, Sabtu (27/7/2024) lalu.
Andre mengatakan, SEMA tersebut menekankan kepada para hakim untuk tidak mengabulkan ke pengadilan agama maupun pengadilan negeri.
Baca juga: Lantas Benarkah Kakek Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan Termasuk Pendiri NU?
"Jadi selama ini, perkawinan beda agama itu memang sudah dilarang di Undang-undang Pernikahan Tahun 1974 Ayat 2 Pasal 1 yang menjelaskan bahwa pernikahan yang sah itu dilakukan berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing," kata Andre, dikutip dari laman resmi MUI, Selasa (30/7/2024).
Namun pada praktiknya, ada saja pasangan beda agama yang akan menikah ini mengambil jalur alternatif melalui mualaf temporer. Selain itu, kerap kali melakukannya dengan menikah dan dicatat di luar negeri, kemudian pulang ke Indonesia, baru dicatat.
"Kalau seandainya perkawinan dilakukan di luar negeri dan perkawinan itu dicatat di luar negeri, itu bisa dikonversi ke pencatatan di Indonesia," ujarnya.
Andre mengungkapkan, praktik terselubung tersebut biasanya dilakukan oleh pelaku yang memiliki banyak uang. Sementara bagi kelas menangah maupun kelas bawah, melakukan aksi terselubung itu dengan pindah agama.
Menurut Andre, perilaku tersebut sangat tidak etis dan mempermainkan agama. Sebagai Alumni UIN Malang, Andre melihat banyak kasus tersebut terjadi Kabupaten Malang.