Selasa 30 Jul 2024 12:57 WIB

Peneliti UIN Ungkap Praktik Nikah Beda Agama dengan Jadi Mualaf Temporer, Dimana Saja?

Mualaf temporer dilakukan agar pernikahannya bisa dicatatkan.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
Pernikahan dan menikah (Ilustrasi)
Foto: Republika
Pernikahan dan menikah (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti dan Mahasiswa Magister UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Andre Afrilian mengungkap nikah beda agama dengan modus mualaf temporer. Menurut dia, banyak daerah di Indonesia yang telah melakukan pratik ini. 

"Daerah yang melakukan praktik ini tentunya banyak, terutama di daerah dengan keberagaman agama dan toleransi yang tinggi, tidak menutup kemungkinan banyak terjadi praktik ini karena tentunya sosialisasi masyarakatnya juga antar agama yang berbeda tentu ada yang menjalin hubungan hingga memantapkan untuk menikah," ujar Andre saat dihubungi Republika, Selasa (30/7/2024).

Baca Juga

Saat melakukan penelitian lapangan, Andre bahkan telah menemukan praktik ini di salah satu daerah di Kabupaten Malang, Jawa Timur."Salah satunya yang saya jumpai di Kabupaten Malang, karena keterbatasan data biaya dan waktu saya belum sempat melakukan penelitian mendalam ke instansi terkait," ucap Andre.

Kendati demikian, Andre telah menemukan dua narasumber yang melakukan praktik mualaf temporer tersebut. Menurut dia, mereka mengaku agar perkawinannya dicatatkan sehingga memudahkannya dalam mengurus administrasi di kemudian hari.

photo
Ilustrasi Mualaf - (MGROL100)

Sebenarnya, dia menjelaskan, praktik untuk memperoleh legalitas perkawinan tersebut sudah ada yang melakukan sejak lama, mengingat hal tersebut merupakan alternatif paling gampang untuk bisa dicatatkan dengan mengesampingkan apakah niatnya mualaf benar ikhlas dari panggilan hati atau cuma dengan adanya niat terselubung dan atau bahkan kembali ke agama asalnya setelah dicatatkan perkawinannya.  

Dia mengatakan, banyak alternatif pasangan beda agama untuk mendapatkan legalitas, seperti menikah di luar negeri di negara anglo saxon yang menganut sistem hukum common law, mendapatkan penetapan hakim, atau mengikuti agama keyakinan salah satu calon. 

Namun, larangan nikah beda agama kini telah dilarang secara tegas dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 dan Fatwa MUI VIII/16/Ijtima Ulama/VIII/2024. Sehingga, hal itu mengurangi alternatif yang digunakan pelaku nikah beda agama. 

"Dengan terbitnya SEMA nomor 2 tahun 2023 yang juga didukung oleh fatwa MUI VIII Nomor 16 Ijtima' Ulama VIII 2024 kemarin yang melarang bagi hakim mengabulkan perkawinan beda agama dicatatkan, maka satu alternatif berkurang dan banyak pasangan beda agama melakukan dengan cara mualaf bagi yang ingin menikah dengan pasangan Muslim," kata Andre. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement