Kamis 21 May 2015 09:30 WIB

Meraih Shalat Khusyuk (2-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Indah Wulandari
Plang ajakan Shalat dipasang pada pintu masuk didepan Masjid Husnul Khotimah, Jakarta Pusat, Rabu (21/1). (Republika/ Tahta Aidilla)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Plang ajakan Shalat dipasang pada pintu masuk didepan Masjid Husnul Khotimah, Jakarta Pusat, Rabu (21/1). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Dr Zakky Mubarok menegaskan bahwa khusyuk adalah menghadapkan hati kita selama shalat seakan-akan sedang bertemu Allah SWT.

Ia pun mengutip Surah Al Baqarah ayat 45-46 bahwa firman Allah SWT, "Kecuali orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya."

“Yakinilah di dalam hati, bahwa shalat yang dilakukan semata-mata untuk mencari ridho Allah SWT. Tidak ada tujuan lain. Shalat ikhlas, hanya untuk Allah SWT. Inilah yang kita baca dalam doa iftitah (pembuka) shalat. "Innasshalati, wannusuki, wamahyaya, wamamati, lillahi Rabbil'alamin. (Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah Rabb semesta alam),” katanya, akhir pekan lalu.

Artinya, tidak ada lagi yang lebih penting kita cari di dunia ini kecuali ridho Allah SWT. Lantaran keridhoan Allah SWT adalah nikmat tertinggi yang tidak ada tandingannya dengan yang lain. Dalam hadist Qudsi pernah disebutkan, Allah SWT pernah mengumpulkan ahli (penduduk) surga. "Wahai ahli surga, apakah kalian merasakan ridho, puas, dan bahagia di dalam surga?" kata Allah SWT.

Mereka menjawab, "Ya Rabb, tentu saja kami puas." Kemudian Allah bertanya lagi, "Maukah kalian kuberikan sesuatu yang lebih indah dari surga ini?" Penduduk surga pun terdiam. Dalam hati mereka saling bertanya, apakah yang lebih indah dari surga? Sungguh tak terbayangkan oleh hati mereka.

"Aku halalkan bagi kalian keridhoan-Ku. Dan aku tidak akan memurkai kalian untuk selama-lamanya," firman Allah SWT. (HR Bukhari). Jadi keridhaan Allah SWT itu diatas segala-galanya. Bahkan, kerindhaan Allah SWT lebih tinggi dari segala kenikmatan surga dengan segala isinya.

Para ulama terdahulu pun, menurut Zakky mencontohkan cara meraih shalat khusyuk. Begitu mereka takbir, mereka mustaghriq (tenggelam) dalam shalat mereka. Mereka yang tenggelam dalam khusyuk itu, benar-benar tenggelam.

“Ini yang susah didapatkan orang-orang zaman sekarang. Kalau kita, begitu takbir, pikiran kita kemana-mana. Bahkan kacamata yang kita lupa dimana ditaruh dimana, di dalam shalat kita ketemu jawabannya. Berarti kualitas shalat kita masih jauh dari standar khusyuk,” tegas Zakky.

Dampak shalat khusyuk adalah mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kalau seseorang ingin tahu apakah shalat sudah berhasil atau belum, cukup dengan parameter tersebut.

Mengapa sekarang ini katanya banyak orang yang shalat tetapi masih melakukan perbuatan keji dan mungkar? Inilah yang diramalkan Nabi SAW dalam hadisnya, "Akan datang suatu zaman kepada umatku, mereka shalat, tetapi sebenarnya mereka tidak shalat."

Maksudnya, urai Zakky, nilai shalatnya itu nihil. Sama sekali shalat tersebut tidak berdampak apa-apa dalam kehidupan mereka. Mereka shalat sama sekali tidak memperhitungkan aspek khusyuknya. Mereka shalat hanya dengan raganya, tidak dengan jiwanya.

“Jadi, dampak dari shalat itu harus wujud dalam perilaku kita. Kalau shalat kita sudah bagus, pasti akhlak dan kepribadian kita juga akan bagus,” terangnya.

Kalau ingin melihat kualitas shalat umat Islam, juga tinggal melihat saja kondisi masjid. Jika masjidnya ramai, urai Zakky, berarti kualitas shalat orang disana sudah baik.

“Sekarang ini sudah banyak yang sudah bagus, meski belum semua. Antusias orang untuk meramaikan masjid juga patut diapresiasi. Kita harus optimis,”cetusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement