REPUBLIKA.CO.ID, Ketika belum lama merintis pesantren, Bahari dapat tawaran menggiurkan dari seorang dermawan kaya. Dia diberi 300 ekor sapi untuk dipelihara pesantren. Paling tidak, harap sang dermawan, sapi-sapi itu bisa menopang kebutuhan pesantren. Namun, tawaran itu ditolak Bahari. Alasanya, dia ingin membangun pesantren secara alami dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Katanya, jika ada sapi sebanyak itu, nanti dia hanya dipersibuk urusans sapi dan melupakan tujuan awal mendirikan pesantren.
“Nanti lupa ngurus santri karena keasyikan ngurus sapi. Apalagi santri ketika itu belum banyak,” ujarnya sambil tersenyum.
Tumbuhnya pesantren secara alamiah betul-betul dijaga Bahari. Dia ingin pesantren kuat secara cultural di tengah masyarakat. Tumbuh pelan dan besar. Dia takut, jika pesantren tumbuh langsung besar dan langsung mati dan kurang berkah. “Saya tidak mau seperti itu,” tuturnya.
Hal itu yang dia khawatiri. Apalagi, di sekitar daerah itu, setidaknya ada beberapa pesantren dan yayasan yang sudah mati. Karena itu, meski pertumbuhan pesantren yang dirintisnya pelan, tapi kini sudah mulai menggeliat. Kini, di atas pesantren telah berada beberapa unit pendidikan mulai Taman Pendidikan Alquran, lembaga kursus bahasa Arab-Inggris, Taman Kanak-Kanak, dan Sekolah Dasar.
Bahari termasuk dai yang multi talen. Kemampuannya dalam banyak hal memudahkannya berdakwah. Selain piawai berceramah dan beladiri, dia juga cukup pandai cas-cis-cus bahasa Arab dan Inggris. Dua bahasa asing itu dia pelajari sewaktu masih tinggal di Depok.
“Apapun saya lakukan yang penting bermanfaat untuk dakwah, untuk masyarakat,” terangnya.