Selasa 29 Apr 2014 13:42 WIB

Etika Amil Zakat (1)

Workshop bertema
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Workshop bertema "Optimalisasi Partisipasi Lembaga Amil Zakat dalam Implementasi Jaminan Kesehatan yang berbasis Zakat" di Jakarta.

Oleh: KH Didin Hafidhuddin

Etika atau akhlak merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Sekalipun seseorang pintar dan berpendidikan tinggi, tetapi tidak memiliki etika dan akhlak yang baik, tidak membawa manfaat bagi masyarakat luas dan malahan bisa membawa petaka di masyarakat.

Banyak orang yang pintar dan profesional, tapi miskin etika dan akhlak, akhirnya berujung pada kehancuran. Oleh karena itu setiap profesi yang penting di masyarakat mensyaratkan standar etika yang hal itu biasanya dirumuskan dalam bentuk kode etik profesi.

Kita mengenal adanya kode etik wartawan, kode etik dokter, kode etik hakim, dan sebagainya. Untuk menegakkan etika dan menjamin kepatuhan terhadap kode etik yang telah ditetapkan, di lingkungan suatu lembaga lazim dibentuk komisi etik, dewan kehormatan atau nama lain yang sejenis.

Dalam kaitan di atas salah satu tujuan utama dari zakat, infaq, dan shadaqah adalah membangun etika dalam bekerja, membangun akhlakul karimah dalam mencari rezki.

Karena berzakat, berinfaq, dan bershadaqah, serta hasil pekerjaan yang tidak halal; baik substansinya, maupun cara mendapatkannya, maka zakat, infaq, dan shadaqah, tidak akan pernah diterima oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW mengatakan dalam Hadits, ”Sesungguhnya Allah tidak akan pernah menerima shadaqah (yang dikeluarkan) dari harta yang didapatkan dengan cara menipu.” (HR Thabrani).

Oleh karena itu, upaya mendorong masyarakat untuk berzakat atau melakukan gerakan sadar zakat pada hakikatnya adalah gerakan moral keagamaan dalam membangun etika dan akhlak masyarakat, bangsa dan negara.

Gerakan zakat sesungguhnya bukan sekedar gerakan untuk mengumpulkan dana dari masyarakat untuk dikembalikan dan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dan bukan hanya sekedar mengumpulkan dana dari muzakki untuk kemudian diberikan kepada mustahik. Karena itulah, amil zakat selaku pengelola zakat wajib memiliki standar etika profesi amil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement