REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Heri Purwata
YOGYAKARTA -- Direktur Jendral Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU), Anggito Abimanyu mengingatkan Badan Pengelola Kuangan Haji (BPKH) jangan meniru Tabungan Haji Malaysia. Sebab Tabungan Haji tidak semata-mata untuk kepentingan calon haji.
Anggito mengemukakan hal itu ketika menjadi keynote speaker pada Forum Group Discussion (FGD) Rancangan Undang-undang (RUU) Pengelolaan Keuangan Haji di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Kamis (17/4). FGD ini diharapkan dapat menelorkan usulan tentang pengelolaan keuangan haji yang profesional.
Dijelaskan Anggito Abimabyu, Tabungan Haji Malaysia memberikan return keuangan kepada nasabah yang tinggi. Sedang nasabah dari Tabungan Haji bukan hanya umat Muslim saja, tetapi ada juga non Muslim.
"Karena return tinggi, maka banyak warga non Muslim yang menaruh uang di Tabungan Haji dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan karena return-nya jauh lebih tinggi dari perbankan," kata Anggito.
Saat ini, kata Anggito, uang dari calon haji ditempatkan di bank syariah dan konvensional yang jumlahnya Rp 65 triliun. Selama di perbankan uang tersebut hanya mendapatkan imbalan 5-6 persen.
Padahal jika uang tersebut diinvestasikan bisa menghasilkan imbalan yang lebih besar dan bisa digunakan untuk meningkatkan fasilitas ibadah haji. "Namun untuk berinvestasi, Kemenag belum memiliki payung hukumnya," kata Anggito.
Untuk pengelolaan secara profesional, saat ini Kemenag sedang mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengelolaan Keuangan Haji ke DPR RI. Untuk memperkaya isi RUU, Kemenag menggandeng UII untuk menggelar FGD.