Kamis 10 Apr 2014 10:39 WIB

Pengaruh Zakat dan Pembiayaan BMT Dalam Penurunan Kemiskinan (2)

Ilustrasi
Foto: News.az
Ilustrasi

Oleh: Dr Tatik Mariyanti*

Dalam mengubah struktur ekonomi, Umar Bin Abdul Aziz meletakkan satu kakinya di kekuasaan, namun kaki lainnya diletakkan dalam ma sya rakatnya yang miskin.

Ini terlihat ketika beliau meninggalkan kemewahan yang telah dirasakannya sejak kecil dan bertahun-tahun, untuk memberi pengaruh bahwa kekuasaan tidaklah berfungsi melindungi kelompok kapitalis yang memiliki modal yang besar, tetapi memacu kehidupan yang berkeadilan.

Kemudian pemerataan ekonomi dengan konsep zakat yang menghilangkan jurang antara yang miskin dan si kaya. Hasil penelitian yang dilihat dari perspektif Islam ditemukan bahwa zakat, bekerja, bersekolah, mempunyai pengaruh terhadap kemiskinan (Maududi, 1980 dan Darusman, 1996).

Penelitian lain dengan data primer menemukan bahwa penyediaan lapangan kerja di sektor informal, BMT (Baitul Mal Wat Tamwil), serta zakat merupakan hal yang positif untuk mengatasi kmiskinan di daerah perkotaan Ismail (2007). Sedangkan Firmansyah (2007) menemukan bahwa zakat produktif akan sangat efektif dalam pengentasan kemiskinan.

Pendekatan TSR

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh zakat, infak dan sedekah (ZIS), dan pembiayaan dari BMT dalam penurunan kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan TSR (Tawhidi String Relation).

Menurut Choudhury (2002), sumber ilmu pengetahuan adalah Alquran dimana Alquran merupakan kitab suci wahyu yang menjelaskan pengetahuan tentang ke-Esa-an Allah, yang dinamakan sebagai Tauhid. Alquran diberikan kepada manusia agar manusia membuat tatanan epistemologi, dimana menurut Alquran ilmu pengetahuan tersebut merupakan wahyu yang diturunkan kepada manusia melalui suratic process. Suratic process adalah proses yang berkenaan dengan manusia dan alam. Dalam sistem ini akan muncul interaksi yang kuat.

Melalui interaksi muncul integrasi sebagai tanda dari sebuah konsensus yang menyatu. Integrasi ini, pada gilirannya, diikuti oleh proses evolusi. Dengan pemahaman terhadap hubungan ini, manusia dan masyarakat menciptakan tatanan dunia yang berdasarkan pada Alquran dan Sunnah, dan pengetahuan yang mereka dimiliki.

Oleh karenanya, melalui interaksi dan integrasi di antara mereka, melalui proses perkembangan secara perlahan tersebut muncullah Social Wellbeing Function. Dalam masyarakat nyata kita dapat melihat hubungan ini, antara sang dermawan dan anak yatim serta orang miskin, atau pemeliharaan terhadap anak-anak miskin oleh para orang tua angkat atau orang tua tiri.

*Dosen FE dan Koordinator Akademik IEF Universitas Trisakti, Peneliti Tamu FEM IPB

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement