Oleh: M Fuad Nasar*
Sebuah negara yang ingin mencapai posisi ideal menurut Dr. Umer Chapra (1984), setidaknya harus memenuhi persyaratan yaitu: Pertama, meningkatkan derajat spiritual masyarakat, menekan kebobrokan moral dan memberantas korupsi.
Kedua, mempunyai rasa tanggung- jawab untuk mensejahterakan masyarakat. Ketiga, menjamin keadilan yang merata dan mengikis berbagai bentuk eksploitasi manusia atas sesama manusia.
Salah satu keunggulan ajaran Islam ialah tidak sekedar menghormati hak milik perorangan, tetapi Islam menetapkan bagian tertentu dari kekayaan pribadi untuk dipergunakan sebagai jaminan sosial bagi warga masyarakat lainnya.
Pelaksanaan jaminan sosial untuk menjamin keadilan yang merata di tengah masyarakat ditetapkan mekanismenya yaitu melalui zakat, infaq dan shadaqah.
Dalam sudut pandang sosiologi agama dapat digambarkan bahwa zakat mendorong transformasi spiritual tentang kesadaran manusia untuk mensucikan jiwa dan harta menuju transformasi sosial menyangkut kesejahteraan masyarakat dan membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan yang menghimpitnya.
Prof Dr Hamka pernah mengatakan, kalau dalam sistem Komunis harta merupakan milik bersama tetapi manfaatnya dinikmati sendiri-sendiri, sedangkan dalam Islam harta adalah milik sendiri-sendiri tetapi manfaatnya untuk bersama.
Salah satu fungsi zakat adalah menghapus sumbersumber kemiskinan secara mendasar. Hal ini mengandung arti bahwa penyaluran zakat kepada mustahik (penerima yang berhak) haruslah dalam konteks melapangkan hidup manusia, melepaskan dari kesulitan serta memutus mata rantai kemiskinan yang dijumpai di manapun.
Kita bersyukur dalam dekade belakangan zakat tidak hanya dibicarakan di masjid, tetapi juga di kampus perguruan tinggi dan di perkantoran.
Zakat tidak hanya menjadi wacana para ulama dan mubaligh, tetapi telah menjadi wacana para legislator, pemimpin negara, para akademisi dan pelaku ekonomi. Penerbitan buku-buku dan karya ilmiah yang mengupas masalah zakat setiap tahun terus bertambah.
Dalam kaitan ini, seandainya para ahli ekonomi tidak menaruh perhatian dan tidak ambil bagian dalam wacana perzakatan di dunia modern, tentulah cakrawala pemikiran zakat tidak akan maju seperti sekarang.
Para ulama dan ahli fikih berperan dalam menggali hukum dan merumuskan fatwa-fatwa kontekstual seputar zakat dengan pendekatan normatif, sedangkan para ahli ekonomi memberikan andilnya untuk menemukan relevensi zakat dengan pertumbuhan, pemerataan dan keadilan ekonomi dengan pendekatan empirik.
Semakin yakinlah kita tentang kebenaran dan keunggulan Islam dengan ajaran universalnya yang berwawasan kemanusiaan dan rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam.
*Wakil Sekretaris Baznas