Sabtu 22 Mar 2014 20:59 WIB

Syekh Yasin Al-Fadani, Putra Minang yang Jadi Guru di Makkah (2-habis)

Syekh Yasin Al-Fadani.
Foto: Blogspot.com
Syekh Yasin Al-Fadani.

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Satu hal yang menarik dari sosok Syekh Yasin adalah kesederhanaannya. Meski ia adalah ulama terkemuka yang kecerdasannya diakui dunia, ia tak segan untuk keluar masuk pasar sendiri berbelanja kemudian memikul barang-barangnya sendiri.

Ia sering terlihat mengenakan kaus oblong dengan sarung sambil nongkrong di warung teh dengan menghisap shisha, semacam rokok Arab yang menjadi kesukaannya.

Rumahnya pun tak pernah sepi dari kunjungan para cendekiawan dari seluruh penjuru dunia. Apalagi, ketika tiba musim haji karena ia sering mengundang ulama dunia ke rumahnya untuk berdiskusi mengenai perkembangan dunia islam. Bahkan, Gus Dur pun pernah singgah di rumahnya.

Karya-karya yang telah ditelurkannya pun ada lebih dari 100 judul kitab. Semua hasil karyanya tersebut tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Makkah maupun di Asia Tenggara.

Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber referensi. Antara lain, Fathul 'allam, syarah kitab hadis Bulughul Maram, Ad Durr al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud, Nail al-Ma'mul Hasyiah 'Ala Lubb al-Ushul Fiqh, al-Fawaid al-Janiyah Ala Qawaidhul Fiqihiyyah, dan banyak lagi.

Paling tidak, ia telah menulis sembilan buku tentang ilmu hadis, 25 buku tentang ilmu dan ushul fikih, serta 36 buku tentang ilmu falak. Kitabnya yang paling terkenal adalah al-Fawaid al-Janiyyah yang menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fikih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo, Mesir.

Syekh Yasin al-Fadani banyak menuai pujian, baik oleh para ulama maupun para gurunya. Salah satunya adalah seorang ulama hadis bernama Sayyid Abdul Aziz al-Qumari yang menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haramain (Makkah dan Madinah).

Ulama besar lain yang berasal dari Hadramaut, Yaman, yaitu al-Allamah Habib al-Segaf bin Muhammad Assegaf, juga sangat kagum dengan keluasan keilmuannya hingga ia memberikan sebutan Sayuthiyyu Zamanihi, yang artinya Imam al-Hafidz Assayuthy pada zamannya.

Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai negara, termasuk Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya. Hingga akhirnya, ia meninggal pada 1990. Meski ia telah tiada, ilmunya terus dipakai sebagai rujukan dan selalu berkembang di semua lembaga pendidikan Islam di seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement