REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR — Wakil Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia (Wamenhaj RI) Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan, tidak ada konsep haji mandiri dalam aturan baru terkait penyelenggaraan ibadah haji. Penegasan tersebut disampaikan seiring ramainya isu mengenai “visa mandiri” muncul setelah Undang-Undang Haji yang baru membuka ruang adanya visa yang tidak melalui jalur kuota resmi pemerintah.
Dahnil memastikan, istilah itu tidak boleh disalahartikan sebagai haji tanpa campur tangan negara.“Haji itu pada prinsipnya nggak ada yang mandiri,” ujar Dahnil saat ditemui seusai acara Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi) di Sentul, Bogor, Sabtu (22/11/2025).
Dahnil mengakui bahwa memang ada kuota yang tidak berasal dari kuota resmi pemerintah, seperti kuota visa Mujamalah dan Furoda. Menurut Dahnil, kuota non-resmi yang dimaksud adalah visa mujamalah, yakni visa khusus yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab Saudi kepada pihak-pihak tertentu di luar kuota nasional. Visa tersebut biasanya merupakan undangan resmi, sering dikenal sebagai “undangan raja”.
“Itu biasanya mujamalah. Itu dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi Arabia khusus kepada masyarakat tertentu. Jadi jangan dibayangkan mereka mengurus sendiri visa-nya,”kata dia.
Dahnil menegaskan, seluruh anggota jamaah yang berangkat, baik melalui kuota reguler maupun mujamalah, tetap berada di bawah perlindungan negara. “Jadi itu diskresi dari pemerintah Saudi Arabia. Perlindungannya tetap negara, negara menanggung itu, nggak ada haji mandiri itu,”kata dia.




