REPUBLIKA.CO.ID, Selain Mesir, Makkah juga menjadi kiblat dalam perkembangan seni qiraat. Baik Makkah maupun Mesir, mereka punya karakteristik tersendiri dalam lagu qiraatnya.
Di Makkah dikenal model lagu banjakah, hijaz, mayya, rakby, jiharkah, sikah, dan dukkah. Sedangkan, mishri, yaitu yang berkilbat di Mesir, ragam lagu yang ada, antara lain, bayyati, hijaz, shoba, rashd, jiharkah, sikah, dan nahawand.
Model lagu yang berasal dari Makkah atau yang disebut Makkawi lebih awal berkembang di Indonesia. Alasannya karena liriknya sederhana dan relatif datar.
Kita masih bisa menemukannya ketika melakukan barzanji. Banyak pula muncul qari Indonesia yang ahli dalam lagu ini, antara lain, KH Arwani, KH Syaroni, KH Munawwir, KH Abdul Qadir, KH Damanhuri, KH Saleh Ma'mun, KH Muntaha, dan KH Azra'i Abdurrauf.
Ketika banyak ulama dan para qari Mesir datang ke Indonesia, dimulailah perkembangan lagu model mishri. Pada 1960-an, Pemerintah Mesir mengirimkan banyak qari asli dari negaranya, seperti Syekh Abdul Basith Abdus Somad, Syekh Musthofa Ismail, Syekh Mahmud Kholil Al Hushori, dan Syekh Abdul Qadir Abdul Azim.
Animo umat Islam Indonesia terhadap lagu-lagu mishri ini sangat tinggi. Hal ini disebabkan karakter lagu mishri yang lebih dinamis dan merdu. Keadaan ini cocok dengan kondisi umat Islam di Indonesia yang lebih menyukai keragaman nada.
Sejumlah qari yang menjadi ahli dalam lagu mishri, antara lain, KH Bashori Alwi, KH Mukhtar Lutfi, KH Aziz Muslim, KH Mansur Ma'mun, KH Muhammad Assiry, dan KH Ahmad Syahid.
Kedua model lagu tersebut masuk ke Indonesia dibawa oleh para ulama yang menimba ilmu di dua tempat bersejarah tersebut. Ketika pulang ke Tanah Air, tak hanya ilmu agama yang mereka kembangkan, tapi juga seni qiraat ini.
Umumnya, para qari dari Mesir membawa seni baca Alquran ke Indonesia. Mereka mengajarkan berbagai macam lagu dan memberikan beragam variasinya serta membuat harmoni yang khas. Seni seperti itulah yang sering kali diperlombakan dalam acara Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).