Jumat 15 Nov 2013 04:05 WIB

Bersanding dengan Rasul SAW di Surga

Rep: c72/ Red: Damanhuri Zuhri
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)
Foto: smileyandwest.ning.com
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, “Aku dan pengasuh anak yatim kelak berada di surga.” (HR Bukhari). Demikianlah sabda Rasulullah SAW mengapresiasi para pengasuh yatim. 

Sesungguhnya yatim itu, kata Pembina Pesantren Motivasi Anak Yatim Ustaz Nurul Huda Haem, secara syar’i, kata yatim merujuk pada anak yang tidak memiliki ayah sedangkan piatu adalah anak yang ditinggalkan oleh ibunya. “Sayangi mereka layaknya menyayangi anak kandung sendiri,” katanya.

Sosok yang akrab dipanggil Gus Enha menyitir sebuah riwayat tentang perhatian Rasul kepada yatim. Rasul menemui seorang anak yang menangis ketika Idul Fitri.

Rasul bertanya pada si anak, “Mengapa kamu menangis? Si anak pun menjawab karena ia tidak seperti teman sebayanya yang memiliki ayah dan memberikan mereka baju baru. “Ayahku gugur di medan perang,” kisah sang anak.

Kemudian, Rasul pun mengatakan, “Bagaimana jika Muhammad menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu, dan Hasan Husein menjadi saudaramu?”

Seketika itu, si anak menyadari bahwa yang berada di hadapannya adalah Rasulullah. “Dia pun sangat berbahagia,” kata Gus Enha mengisahkan ekspresi sang anak dalam riwayat tersebut.

Kisah tersebut mengandung pelajaran bagaimana Rasulullah memberikan teladan agar umatnya tidak hanya sekadar menyantuni anak yatim. Tetapi, juga menggantikan tanggung jawab orang tuanya agar mendapatkan hak yang sama dengan anak pada umumnya yang memiliki orang tua lengkap.

Setidaknya, ada dua tuntunan Islami, kata Gus Enha, dalam rangka memuliakan anak yatim. Pertama, terhadap anak yatim yang memiliki harta.

Bagi mereka yang diserahkan tanggung jawabnya untuk menjaga anak yatim dan hartanya, mereka wajib menjaga dengan hati-hati. Jangan sampai mereka malah justru menyalahgunakan harta tersebut.

Bagi anak yatim yang tidak memiliki harta sehingga membutuhkan santunan orang lain, biasanya ada baitulmal yang bertanggung jawab. Tetapi, masa sekarang tanggung jawab itu biasanya dikelola oleh yayasan atau lembaga yatim tertentu.

Ia mengatakan, yayasan wajib memberikan hak anak yatim berupa santunan yang diterima untuk kebutuhan hidup dan pendidikan hingga dia mampu berdiri sendiri.

Perbuatan baik pada anak yatim tidak sekadar kafalah atau santunan. Apalagi, sebatas berlomba-lomba mengumpulkan yatim pada 10 Muharram, memberikan santunan, elus kepala mereka, kemudian selesai. “Santunan hanya sebagian kecil,” tuturnya.

Menurut Gus Enha, santunan hanya akan melemahkan mentalitas anak yatim sebagai penerima. Padahal, hak yang seharusnya mereka terima tidak hanya santunan, tetapi kasih sayang, pendidikan, dan keahlian untuk hidup lebih baik pada masa depan.

Selain itu, tujuan pendampingan bagi anak yatim adalah agar anak memiliki ilmu dan akhlak agar hidup sesuai tuntunan Islam. “Hak mereka terjaga iman dan Islamnya,” ujarnya.

Memuliakan anak yatim, ungkap Gus Enha, memiliki banyak faedah dan hikmah. Di antaranya, terjaminnya masa depan yatim dan bagi para penyantun, akan mendapatkan pengakuan sebagai orang yang tidak mendustakan agama.

Selain itu, Allah SWT berjanji bagi mereka yang mau memelihara anak yatim, akan mendapatkan kemudahan menjalani hidup yang terjal.

Karena itu, Ketua Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Ustaz Ahmad Satori Ismail mengatakan, memuliakan anak yatim tidak bergantung pada waktu. Tetapi, sepanjang hari dan sepanjang waktu.

Menyayangi anak yatim diartikan tidak hanya dengan mengelus kepala anak yatim. Juga menyayangi dengan memberikan kebutuhannya.

Ia menilai, pemberian santuan merupakan hal yang paling ringan untuk diberikan kepada anak yatim. Tetapi, tidak cukup dengan itu. Curahkan pula kasih sayang kepada mereka. “Seperti anak sendiri,” ujarnya.

Guru besar Ilmu Komunikasi dan Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, tak sedikit Muslim atau lembaga dan yayasan yang dapat memelihara mereka.

Tetapi, lembaga dan yayasan tersebut harus mampu mengelola santunan agar segala kebutuhan anak yatim terpenuhi.

Satori menegaskan, yang terpenting adalah mendampingi mereka agar kejiwaan mereka normal, sempurna, dan tidak minder seperti anak pada umumnya. Begitu juga dengan masa depannya agar terjamin.

Ia mengingatkan anak yatim harus mendapatkan bekal keahlian dan ilmu yang sama sehingga mampu memiliki masa depan yang cerah. Berbahagialah para pengasuh yatim. Allah menjanjikan surga dan menyediakan kemudahan di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement