REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Penggunaan kata 'Allah" dikalangan non-Muslim tidak menyebabkan Muslim Malaysia meninggalkan agamanya. Hal ini diutarakan cendikiawan Muslim Malaysia, Shah Kirit kakulal Govindji, seperti dikutip the malay online mail, Kamis (31/10).
"Yang benar, banyak kalangan non-Muslim yang memeluk Islam setelah membaca kitab berisi kata "Allah"," kata dia.
Shah Kirit mengatakan Malaysia tidak perlu mengikuti langkah Indonesia. Ini karena kedua negara memiliki kebiasaan yang berbeda. Sabah dan Sarawak misalnya, secara uruf (budaya dan adat istiadat) pun berbeda dengan semenanjung Malaysia.
"Mereka sudah terbiasa menggunakan kata "Allah". Itu yang membuat mereka banyak menjadi Muslim, " kata dia.
Itu sebabnya, kata dia, Muslim Malaysia tak perlu takut. Justru, harus lebih aktif berdakwah. "Inilah kelemahan umat Islam. Yang menjadi ancaman itu karena kita kurang paham agama. Padahal kita banyak sekolah agama, belum lagi informasi soal Islam," kata dia.
Intinya, kata dia, umat Islam itu belum sadar akan kesempatan dakwah yang demikian besar guna menyebarkan pesan Islam.
Bicara soal larangan kata "Allah", Shah Kirit mengatakan ada implikasi lain yang perlu diperhatikan. "Apa mungkin kita melarang Sikh dan Hindu membaca kitab suci yang menggunakan kata "Allah", padahal penyebutan mereka juga salah," kata dia.
Perdebatan soal larangan penggunaan kata "Allah" kembali merebak di Malaysia. Klimaks dari perdebatan ini diakhir dengan putusan pengadilan Federal Malaysia yang melarang penggunaan kata "Allah" dalam kitab suci non-Muslim. Ini termasuk, larangan publikasi kata tersebut di media massa dan penerbitan milik kalangan non-Muslim.