REPUBLIKA.CO.ID, Oleh KH Hasyim Muzadi
Di luar maknanya yang kompleks, hidup dan kehidupan adalah sesuatu yang sederhana. Hidup tidak sederhana lagi ketika ia dimaknai sebagai sebuah korelasi keniscayaan hubungan antara makhluk dengan Khaliqnya.
Di banyak ayat dalam Alquran, Allah secara gamblang menjelaskan maksud penciptaan manusia (dan jin) sebagai makhluk paling sempurna. Sedari awal penciptaan, manusia sudah sempurna, namun derajat kesempurnaannya bisa berkurang karena hidup dan kehidupan.
Hidup dan kehidupan akan membuat manusia tetap menjadi emas jika mampu tunduk dan patuh kepada Allah dengan meneladani para Rasul dan Nabi-Nya. Tetapi, manusia bisa berubah menjelma loyang bila menyimpang dari ketetapan dan aturan Allah serta mencari teladan di luar makhluk-makhluk pilihan Allah.
Umat Islam secara menakjubkan telah dianugerahi panutan dan teladan pada diri Nabi Muhammad SAW agar hidup dan kehidupan tak mengubahnya menjadi loyang-loyang. Jika ada yang mencari tahu dari mana kita bisa mendapatkan gambaran amaliah paling sempurna mengenai Islam maka jawabannya hanya satu, Nabi Muhammad SAW. Beliaulah representasi Islam paripurna. Nabi adalah standar figuritas Islam yang shaleh likulli makan dan likulli zaman, tepat dan benar di semua tempat dan untuk sepanjang masa.
Ketika Siti 'Aisyah RA ditanya apa yang paling mengagumkan dari beliau, jawabannya simpel, yaitu akhlaknya. Seperti apakah gerangan akhlak Nabi? Jawabannya juga satu, khuluquhu al-Qur'an, akhlaknya adalah Alquran.
*****
Sebagai manusia pilihan Allah, tentu saja Baginda Rasul menjelma apa saja yang terbaik dari figur-figur yang dibutuhkan manusia dalam hidup dan kehidupannya. Meski seorang Nabi dan Rasul, beliau tetaplah menyandang kelaziman manusia lain sebagai seorang ayah, kawan, gembala, imam shalat, guru, teman bicara, tetangga, teman, pedagang, pembeli, pengunjung pasar, kepala negara, kepala suku, penunggang kuda, pendekar perang, tempat berbagi rasa, tempat menyampaikan keluhan. Beliau makan dan minum, sakit dan sehat, tertawa dan menangis, sedih dan gembira, puasa dan berbuka, istirahat dan bekerja, berkeluarga, layaknya manusia biasa.
Tentu saja fungsi-fungsi tadi dilaksanakan Nabi secara maksimal karena beliau adalah teladan, tempat semua anak manusia mengambil contoh dan ukuran dalam hidup dan kehidupan. Jika ingin mencari figur seorang ayah, Nabi adalah orangnya. Jika kita ingin tahu sosok kepala negara yang baik maka Nabilah orangnya. Jika jika ingin mencari contoh seorang ketua umum partai yang mumpuni, tentu saja Nabi adalah orangnya. Nabi Muhammad tempat kita semua mengambil teladan karena Allah sudah mengamanatkan itu dalam firman-Nya.
Nabi Muhammad adalah representasi Islam par excellent. Dari beberapa fungsi risalah dan nubuat itu, dalam kehidupan sehari-hari kita menemukannya dalam pranata sosial. Jika kita ingin tahu orang paling berhak merepresentasi Indonesia, lihatlah Presiden SBY, misalnya. Begitulah representasi itu berurutan dari atas ke bawah sesuai jenjang.
****
Gubernur haruslah merepresentasi manusia terbaik di tingkat provinsi. Bupati, wali kota, camat, lurah, kepala desa, kepala dusun, kepala kampung, ketua RW, dan ketua RT juga mengambil fungsi serupa dalam hal merepresentasi figuritas dalam kehidupan.
Jika dalam menjalankan fungsi dan kewajibannya, presiden melakukan tindakan yang menyalahi aturan, tentu rakyat bisa menentukan apakah dia masih memenuhi syarat untuk merepresentasi manusia terbaik dari bangsa ini?
Terlebih, untuk menjadi presiden, seseorang harus memenuhi ketentuan UU, aturan, dan kualifikasi khusus. Dia bukan sembarang orang dan bukan orang sembarangan. Begitu juga pimpinan formal lain, dari gubernur hingga ketua RT. Kalau para pemimpin ini menyalahi konsensus bersama maka seharusnya berakhir pula haknya merepresentasi manusia terbaik di lingkungannya.
Begitu juga dalam kehidupan partai politik. Kalau Anda ingin tahu representasi kader terbaik Partai Demokrat, juga ada pada diri SBY. PPP ada pada Suryadharma Ali, PKB ada pada diri A Muhaimin Iskandar, PKS pada diri Anis Matta, Partai Golkar pada Aburizal Bakrie, Partai Gerindra pada Prabowo Subianto, PDI Perjuangan pada Megawati Soekarnoputri, PAN pada Hatta Rajasa, Partai Hanura pada Wiranto, Partai Nasdem pada Surya Paloh, PBB pada diri MS Kaban, dan PKPI pada Sutiyoso.
Mengapa nama-nama ini yang disebut? Sebab, mereka adalah manusa-manusia terpilih dalam lingkungan masing-masing. Dengan mekanisme yang disepakati bersama, entah melalui muktamar, kongres, atau musyawarah nasional, tokoh-tokoh ini dipilih dan diseleksi oleh kalangannya untuk menjadi pimpinan mereka.
Tentu dengan kriteria dan kualifikasi tertentu dan ketat. Kepada kalangan eksternal, nama-nama itulah yang merepresentasi partai masing-masing. Kalau Anda menemukan kejanggalan sikap, polah tingkah, serta kepribadian yang menyimpang pada diri mereka maka sejatinya mereka sudah tidak layak lagi merepresentasi kader terbaik partai.
Begitu juga pada pranata lain dalam kehidupan kemasyarakatan, kenegaraan, kebangsaan, dan keagamaan. Para pimpinan lembaga legislatif, yudikatif, dan para ketua umum organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, organisasi profesi, pimpinan universitas, pimpinan perusahaan, dan segenap pimpinan informal lainnya adalah kader-kader terbaik di lingkungannya.
****
Tak ada pilihan bagi mereka selain memegang teguh sumpah dan janji jabatan selama memimpin. Berbeda dengan Nabi dan Rasul, meski kepemimpinannya dibatasi oleh ruang dan waktu, namun keteladan mereka disaksikan orang sepanjang hayat.
Sekarang mari berkaca dan bercermin. Sudahkah kita menerapkan teladan kenabian dan kerasulan dalam kehiduan? Pada diri kita sebagai seorang ayah, ibu, tetangga, pekerja, karyawan, buruh, kepala kantor, ustaz, mubalig, guru, dan lain-lain? Sebentar lagi kita akan disuguhkan nama-nama.
Ada yang kita kenal, tetapi lebih banyak lagi yang asing. Nama-nama itu akan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai calon anggota legislatif; sosok yang akan merepresentasi kita, para pemilih di lembaga perwakilan pada semua tingkatan.
Jangan sudi diwakili orang yang tidak kita kenal dan tidak kenal kita, apalagi kalau dia asing dari kehidupan kita sehari-hari kita. Biasanya mereka datang ketika butuh suara kita dan menjauh ketika sudah mentas.
Calon anggota legislatif terbaik adalah yang berasal dari kita, mengerti kehidupan kita, memberi yang terbaik kepada kita, dan tidak mengambil dari kita selain tanggung jawabnya sebagai seorang pemegang amanah keterwakilan. Hindarkanlah calon yang hanya mencari kaya dan kekayaan karena itulah yang terjadi selama ini. Meski bukan siapa-siapa, tetapi kita punya kesempatan untuk memperbaiki diri dengan cara mencari keteladanan Nabi pada diri calon pemimpin kita. Wallahu aalam.