Selasa 18 Jun 2013 00:25 WIB

Jilbab Berkibar di Malawi

Rep: Rosita Budi Suryaningsih / Red: M Irwan Ariefyanto
Aksi unjuk rasa mendukung penggunaan jilbab di Malawi
Foto: cnn
Aksi unjuk rasa mendukung penggunaan jilbab di Malawi

REPUBLIKA.CO.ID,Perempuan berjilbab kini memenuhi jalan-jalan di Malawi. Telah berkurang pandangan miring mengenai pakaian Muslimah ini. Mwalone Jangiya, anggota parlemen, menuturkan, komunitas Muslim telah melewati pengalaman getir yang melukai kemanusiaan. “Pernah pada suatu masa jilbab merupakan sebuah kejahatan, tapi kini kami bebas berjilbab,” katanya kepada OnIslam, Kamis (13/6).

Jangiya merupakan salah satu dari dua anggota parlemen yang mengenakan hijab. Ia mengatakan, saat menjalankan tugas sehari-hari di parlemen, ia bebas berhijab. Tak ada lagi orang yang mengangkat alis ketika bertemu dengannya. Sejak 1990-an, Muslimah yang menutup tubuhnya dengan hijab mesti menghadapi cobaan berat. Mereka dicemooh dan dilecehkan.

Namun, zaman telah berubah. Perlakuan terhadap mereka saat ini lebih baik. Tak heran, jika kemudian Jangiya menyatakan Muslim sekarang benar-benar dianggap sebagai bagian penuh Malawi. Jilbab sudah menjadi pemandangan umum. Banyak perempuan Muslim dengan bangga mengenakannya. Islam di Malawi, ujar dia, telah berada di jalurnya dan tak akan pernah disingkirkan.

Dengan jilbabnya, saat berada di pasar, sekolah, kampus, dan tempat-tempat umum lainnya, perempuan Muslim sangat mudah dikenali. Bahkan, dari jarak yang lumayan jauh. Khadija Hamda, anggota eksekutif Organisasi Muslim di Malawi, mengatakan, Muslimah sudah mencapai kebebasan di sebuah masyarakat yang menjamin kebebasan.

“Kami bebas beribadah kepada Allah dengan cara yang kami inginkan. Kami bangga menjadi Muslim,” kata Hamda. Ia mengungkapkan, hijab juga mewujud sebagai simbol pembebasan bagi Muslimah di Malawi. Dan, mereka dapat ditemukan di manapun. Bila mengenang masa lalu, kondisinya sangat jauh berbeda.

Koordinator Nasional Biro Informasi Islam Sheikh Dinala Chabulika mengatakan, dulu jilbab dianggap primitif dan terbelakang. Itu terjadi pada masa-masa di mana Muslim memperoleh perlakuan tak toleran. Perlakuan ini berdampak besar pada Muslimah, baik secara fisik maupun emosional. “Rasa percaya diri mereka dirampok.”

Beruntung, kata Chabulika, pemberdayaan politik, dalam kurun dua dekade terakhir mengubah pandangan publik mengenai jilbab. Para Muslimah dibina untuk menghargai identitas mereka sebagai pemeluk agama Islam. Dan, semua berubah, mereka lalu sadar atas hak mereka sebagai Muslim dan mengenakan pakaian sesuai keyakinan.

Islam merupakan agama terbesar di negara yang berada di Afrika Selatan ini, setelah Kristen. Statistik resmi menunjukkan, jumlah Muslim diperkirakan 12 persen dari total populasi Malawi sebanyak 14 juta jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement