Jumat 15 Mar 2013 20:20 WIB

Ulama Indonesia yang Mengajar di Masjidil Haram (3-habis)

Tuan Guru Abdurrahman Siddiq Al-Banjari.
Foto: wordpress.com
Tuan Guru Abdurrahman Siddiq Al-Banjari.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa

Selama hidupnya, Syekh banyak menghasilkan karya bermutu. Sedikitnya tercatat 20 buah karya kitab yang ia hasilkan. Tak hanya buku agama, namun ia pun menulis banyak karya sastra. Syekh memang dikenal sebagai ulama, mufti, sekaligus sebagai sastrawan dan pujangga.

Salah satu kitab beliau yang populer yakni Risalah 'Amal Ma'rifah. Diselesaikan pada tahun 1332, kitab tersebut disusun beliau karena minimnya rujukan tasawuf yang mumpuni bagi para alim ulama di masa itu. Maka kitab tasawuf itu pun lahir menjadi rujukan para penuntut ilmu, diajarkan para ulama dan guru agama di banyak majelis dan sekolah. Pada saat itu, kitab beliaulah yang relevan dalam ilmu tasawuf.

Adapun sebagai pujangga, karya sastra beliau yang terkenal terdapat dalam "Syair Ibarat Kabar Kiamat".  Buku yang berisi kumpulan syair tersebut diterbitkan oleh Ahmadiyyah Press Singapura pada tahun 1915.

Dalam menulis sastra, Syekh memang beraliran religi. Karya-karya lain beliu yang populer pun terhitung banyak, diantaranya "Fath Al-Alim fi Tartib Al-Ta'lim" tentang adab menuntut ilmu, "Majmu' al Ayah wa al Hadist fi fada-il al ilmi wa al 'ulama wa al Muta'allimin wa al Mustami'in" yang terbit di Singapura, "Bai`Al-Hayawah li Al-Kafirin" berisi fikih perdagangan, dan karya lain yang sangat populer saat itu.

Namun sayangnya, sekian banyak karya syekh saat ini sulit didapat. Pasalnya, banyak karya beliau yang terbakar saat terjadi agresi militer Belanda di nusantara.

Begitu banyak kiprah yang ia lakukan dalam dakwah di nusantara, khususnya di Kalimantan dan Melayu. Seluruh usianya beliau habiskan untuk menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu. Setelah banyak hal yang ia lakukan untuk umat, sang Tuan Guru mendapati ajalnya. Beliau meninggal di Sapat, Indragiri Hilir, pada 10 Maret 1930 di usia 72 tahun.

Meski jasadnya telah terpendam bumi, namanya masih selalu dikenang. Masjid yang ia dirikn saat ini masih tegak berdiri. Pemikirannya dan ajaran tasawufnya masih menjadi perhatian untuk dipelajari. Beliau dimakamkan di dekat masjid yang ia dirikan untuk madrasah gratis para penuntut ilmu. Hingga kini, makam beliau selalu ramai dikunjungi muslimin tak hanya etnis Banjar ataupun etnis Melayu saja, namun muslimin nusantara. (selesai)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement