Rabu 26 Dec 2012 16:50 WIB

Fatwa dan Kedudukannya dalam Islam (Part 3-Tamat)

Fatwa (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com
Fatwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Fatwa merupakan karya intelektual Islam yang otentik dan terbukti mampu memberikan jawaban yang memadai terhadap berbagai permasalahan keagamaan. Namun demikian perlu dilakukan kerjasama diantara mufti, ulama, akademisi dan praktisi hukum Islam di seluruh dunia dalam wadah lembaga fatwa internasional.

"Kita mulai merasa perlu ada (fatwa internasional), apalagi menyangkut masalah makanan, minuman dan obat-obatan yang menjadi konsumsi umat," kata  Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anwar Ibrahim, di sela-sela Konferensi Internasional tentang Fatwa di Jakarta, Selasa (25/12).

Selain pada masalah tersebut, lanjut dia, fatwa yang berskala internasional juga diperlukan untuk memberikan jawaban atas masalah produk perbankan syariah.

"Kita perlu kasatuan fatwa seperti juga produk perbankan syariah. ankir-bankir merasa ada sesuatu yang positif dan negatif pada produk yang beredar saat ini," ujar Anwar.

Anwar yang juga Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional MUI (lembaga yang memberikan fatwa serta mengawasi pelaksanaan ekonomi syari'ah Islam di Indonesia), bahkan mengusulkan kepada pemerintah agar dapat melibatkan beberapa orang Indonesia yang mumpuni untuk ikut duduk di lembaga-lembaga pembahas masalah fatwa di dunia Islam di luar negeri.

"Dari Indonesia perlu ada yang duduk di lembaga fatwa internasional," ucap doktor Ilmu Fiqh dari Universitas Al Azhar Mesir ini.

Mengenai masalah ijtihad kolektif yang menjadi salah bahasan pada konferensi tiga hari itu, Anwar mengatakan, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka. Ijtihad sebagai sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun Hadis.

"Memang saat ini sosok seperti para imam mazhab sangat langka, tapi ijtihad bias dilakukan secara kolektif, apalagi untuk menjawab masalah yang makin rumit kita perlu tenaga ahli dengan pengetahuan yang lebih luas. Seperti menjawab masalah perbankan, kita perlu ahli Fiqh juga ahli akuntasi," terangnya

Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Bukittinggi, Sumatera Barat, Ismail Novel, menambahkan kemanfaatan fatwa sungguh besar bagi umat Islam, karena banyak persoalan yang muncul tak cukup hanya melalui jawaban hukum.

Peristiwa nikah siri misalnya, lanjut dia, sebetulnya memerlukan fatwa. Khususnya yang terkait denagan cerai atau talak melalui pesan singkat (SMS), katanya di tengah kesibukan mengikuti konferensi internasional tentang fatwa di Jakarta.

Memang jawaban undang-undang (UU) atau hukum positif sudah memadai. Tetapi peristiwa, seperti yang terjadi pada kasus Aceng Fikri - Bupati Garut, Jawa Barat - yang melakukan "nikah kilat" dengan warga setempat, tentu belum menyelesaikan masalah. Kehadiran fatwa di sini sungguh penting.

Di sisi lain ia mengakui fatwa di Indonesia masih beragam. Efektfitasnya diragukan umat, karena tak sepenuhnya dapat mengikat. Namun, ada juga fatwa yang berlaku secara nasional dan mengikat. Tetapi yang jelas fatwa itu bisa membantu masyarakat sehingga tak ragu mengambil sikap dalam menghadapi suatu persoalan.

Namun , Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banten, HM Romli mengakui bahwa fatwa tak sepenuhnya dapat dijadikan pegangan bagi umat. Karena ada fatwa yang bersifat lokal, seperti tentang merokok, dan fatwa yang berskala nasional. Bagi dia, apa pun isi dari fatwa itu sayogianya diindahkan. Karena produk fatwa dibuat dengan metode tersendiri dan melibatkan kepakaran para ulama dengan berbagai disiplin ilmu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement