REPUBLIKA.CO.ID, Penyelenggaraan asuransi konvensional masih bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Setiap tahun lebih dari 200 ribu umat Islam asal Indonesia menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Kematian serta kecelakaan merupakan risiko yang harus siap dihadapi oleh jamaah haji.
Untuk meringankan beban risiko yang dihadapi jamaah dan keluarganya, bergulirlah wacana asuransi haji.
Pertimbangnnya, setiap calon jamaah haji mengharapkan semua proses pelaksanaan ibadah haji termasuk asuransinya sesuai dengan syariah agar mendapatkan haji mabrur.
Lalu asuransi seperti apa yang cocok bagi jamaah haji? Terlebih, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) menyatakan, penyelenggaraan asuransi konvensional masih bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Atas pertimbangn itulah, maka DSN MUI menetapkan Fatwa No: 39/DSN-MUI/X/2002
Tentang Asuransi Haji. “Asuransi yang digunakan harus sesuai dengan syariah,” ujar Ketua Umum DSN MUI, KH MA Sahal Mahfudh dalam fatwa tersebut.
Seperti apakah asuransi haji yang sesuai dengan syariat itu? Para ulama di Tanah Air yang tergabung dalam DSN MUI menetapkan:
Pertama, asuransi haji yang tidak dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang menggunakan sistem konvensional. Kedua, asuransi haji yang dibenarkan menurut syariah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Ketiga, asuransi haji haruslah berdasarkan prinsip syariah bersifat ta’awuni (tolong menolong) antar sesama jamaah haji.
Keempat, akad asuransi haji adalah akad tabarru’ (hibah) yang bertujuan untuk menolong sesama jamaah haji yang terkena musibah.