Jumat 16 Nov 2012 20:06 WIB

Pemerintah Kazakstan Batasi Kebebasan Beragama

Rep: Agung Sasongko/ Red: Karta Raharja Ucu
Muslim Kazakhstan saat menjalankan shalat Jumat.
Foto: themoscowtimes.com
Muslim Kazakhstan saat menjalankan shalat Jumat.

REPUBLIKA.CO.ID, ASTANA -- Kebebasan beragama di Kazakhstan terancam, menyusul penerapan Undang-Undang (UU) agama yang menyatakan setiap organisasi keagamaan, wajib mendaftar ulang dengan syarat yang cukup ketat.

Komunitas Muslim menjadi pihak yang paling menderita soal ini. Yang menarik, Presiden Nursultan Nazarbayev dengan bangga menyatakan Kazakstan mengakui 40 agama.

Namun, berkat UU itu jumlah tersebut menyusut menjadi 17 agama. Hal itu juga berdampak pada berkurangnya jumlah organisasi berbasis agama. Dari sebelumnya berjumlah 4.551, kini jumlahnya hanya 3.088.

Seperti dikutip eurasianet.org, Jumat (16/11), Kayrat Lama Sharif, Ketua Lembaga Pemerintah Urusan Masalah Agama, menilai pemberlakukan UU itu bertujuan untuk menertibkan urusan agama. Ia bersikeras UU itu membuat Kazakstan menjadi contoh bagaimana membina kerukunan antar umat beragama.

Meski demikian, komunitas agama minoritas tidak merasa khawatir dengan keberlangsungan kehidupan beragama di Kazakstan. Pemimpin Gereja Pantekosta, Pastor Vasiliy Shegay, misalnya, belum bisa menyebut pemerintah berlaku tidak adil. Kendati sejumlah gereja telah ditutup karena UU tersebut.

"Kami masih diperlakukan dengan baik," sebutnya.

Kazakstan membagi klasifikasi agama menjadi dua kategori yakni kategori agama tradisional dan non-tradisional. Untuk kategori tradisional diisi Islam, Kristen Ortodoks, Katolik Roma, Yahudi, Buddha sedangkan non-tradisional terdapat penganut aliran saksi Yehova, Ahmadiyah, dan Sufi.

Khusus agama non-tradisional, mereka merupakan pihak yang paling terkena dampak dari UU Agama. Mereka tidak mudah menjalankan aktivitasnya seperti penganut agama tradisional. Berulang kali, tempat ibadah mereka digerebek.

 

Beberapa kritikus mengatakan UU tersebut merupakan bentuk kontrol pemerintah  terhadap agama. Ini melebihi apa yang diterapkan pada masa Uni Soviet. "Secara hukum, ada kebebasan. Tapi realitasnya tidak demikian," kata salah seorang jamaat gereja protestan.

Felix Corley, aktivitas Forum Kebebasan Beragama menilai keampuhan UU itu tidak akan bertahan lama. "Sejarah membuktikan akan ada kegagalan," celotehnya.

sumber : eurasianet.org
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement