Sabtu 21 Jun 2014 01:17 WIB

Kazakhstan, Islam Berakar Kuat dalam Tradisi (3-habis)

Muslim Kazakhstan saat menjalankan shalat Jumat.
Foto: themoscowtimes.com
Muslim Kazakhstan saat menjalankan shalat Jumat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi

Bibit radikalisme tumbuh seiring represivitas pemerintah.

Pada prosesi khitanan, ada ritual menunggang kuda untuk pertama kali, hingga acara akil baligh pada usia ke-13 tahun.

Di setiap kegiatannya, mullah (tokoh agama) selalu dilibatkan untuk memimpin pembacaan Alquran dan doa. Para dhuafa juga biasanya diundang agar ikut merasakan kebahagian dalam perayaan-perayaan ini.

Ketiga, pernikahan. Masyarakat Kazakhstan memiliki beberapa tahapan sebelum menikahkan anak-anak mereka, mulai dari perjodohan, acara pernikahan, dan acara pascapernikahan.

Pada hari pernikahan pasangan Muslim, biasanya dilangsungkan acara neke kiju. Seorang mullah akan mendoakan pengantin dan memberi mereka minum air yang telah didoakan.

Sejumlah uang logam lantas dicelupkan ke sisa air minum tersebut yang lantas diedarkan ke para tamu. Tamu-tamu dipersilakan mengambil uang logam itu untuk diberikan kepada anak-anak sebagai bagian berbagi kebahagiaan.

Keempat, perayaan musim semi. Pada masa kekuasaan Uni Soviet, ritual tahunan yang juga disebut Nowryz ini dijadikan libur nasional. Namun, acara ini sebenarnya berakar pada budaya Persia. Perayaan ini diadakan setiap 21 hingga 23 Maret.

Hari ini merupakan hari berkumpulnya keluarga dan memurnikan kembali jiwa raga. Makanan istimewa yang terdiri atas tujuh bumbu atau Nowryz koje hanya disajikan pada hari ini sebagai tanda syukur atas hasil bumi yang melimpah.

Makanan ini tak hanya dimakan satu keluarga, tapi juga dibagikan kepada warga miskin. Meski bukan bagian dari perayaan Islam, Nowryz tetap bertahan di Kazakhstan karena dianggap tak bertentangan dengan nilai Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement