REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Belakangan ini tayangan video jamaah yang melantunkan sholawat sambil berjoget tengah viral dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. Fenomena ini pun mendapat sorotan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid menjelaskan, sholawat adalah ibadah yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam Surat Al-Ahzab ayat 56, Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi.620) Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya."
(QS Al-Ahzab [33]:56)
Dalam hadis Rasulullah SAW juga disebutkan:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
Artinya: “Barang siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.”
Kedua dalil ini, menurut Wawan, menjadi landasan bahwa sholawat adalah amalan mulia yang dianjurkan secara mutlak. Karena itu, dia mengaku sering terbawa suasana saat mendengar lantunan sholawat.
“Sekarang kita melihat musikalisasi sholawat, bahkan ‘pabrikasi’ sholawat yang begitu masif. Saya tak bisa menahan hati untuk tidak ikut melantun. Kadang, sholawat itu membawa rindu kepada orang tua, dan yang paling utama, rindu kepada Rasulullah SAW,” kata Wawan dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (18/4/2025).
Setiap kali membaca shalawat, Wawan juga teringat dengan kisah hidup Nabi dalam Sirah Nabawiyah, sebagaimana ditulis Martin Lings dalam Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources.
“Meski Lings seorang mualaf, karyanya yang berbasis sumber otentik bisa membuat kita menangis,” ucap Wawan.
Lantas bagaimana dengan sholawat yang dikemas dengan musik atau bahkan dengan tarian, apakah masih dibenarkan dalam Islam?
Menurut Wawan, sholawat yang dikemas dengan musik boleh saja dilakukan selama tidak melenceng dari tujuan ibadah. Menurut dia, sholawat adalah diksi dan narasi yang dipilih Allah dan Rasul-Nya, lalu dikembangkan secara kreatif oleh para ulama melalui lagu dan puji-pujian.
"Jika musik itu menghadirkan kekhusyukan kepada Allah, mendekatkan kita kepada Rasulullah, dan menjauhkan dari dosa, maka itu dianjurkan,” jelas Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini.
Dia mengatakan, Rasulullah sendiri pernah mengizinkan penggunaan musik dalam konteks tertentu, seperti saat perayaan atau pengiring kegiatan yang tidak bertentangan dengan syariat. Namun, kata dia, Nabi juga mengingatkan agar tidak terjebak dalam tindakan berlebihan.
“Jika sholawat disertai tindakan fujur atau melanggar syariat, seperti ikhtilath (campur baur tanpa batas) atau joget-joget yang tidak pantas, itu tidak boleh. Niat memuji Rasulullah harus selaras dengan aura Alquran dan Sunah,” jelasnya.
Dia pun mencontohkan konsep sadd adz-dzari’ah (menutup celah keburukan), yang dapat digunakan untuk melarang joget-joget jika berpotensi menimbulkan pelanggaran syariat.
“Hukum asal sholawat adalah boleh, tapi bisa menjadi tidak boleh jika disertai unsur tercela,” kata Wawan.
Dia juga membandingkan fenomena sholawat sambil berjoget ini dengan kasus ziarah kubur.
“Ziarah kubur hukum asalnya boleh, tapi jika mengundang syirik atau bid’ah, maka menjadi tidak boleh. Begitu pula dengan sholawat. Jangan katakan Muhammadiyah melarang sholawat, tidak! Kami hanya menekankan agar sesuai syariat,” jelas Wawan.