REPUBLIKA.CO.ID, Pernikahan beda agama yang dicatatkan di kantor dinilai sebagai sebuah perjanjian yang bersifat administratif.
''Cinta itu buta,'' begitu kata William Shakespeare. Ungkapan yang sangat masyhur itu memang kerap terbukti dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, terkadang sampai melupakan aturan agama.
Saat ini, tak sedikit umat Muslim yang karena ''cinta'' berupaya sebisa mungkin untuk menikah dengan orang yang berbeda agama.
''Tolong dibantu... Saya benar-benar serius untuk melakukan nikah beda agama. Saya benar-benar pusing harus bagaimana lagi,'' tulis seorang wanita Muslim pada sebuah laman.
Lalu bolehkah menurut hukum Islam seorang Muslim, baik pria maupun wanita menikah dengan orang yang berbeda agama?
Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius dari para ulama di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada 1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim.
Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat. ''Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram,'' ungkap Dewan Pimpinan Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.