Selasa 30 Oct 2012 14:34 WIB

Fatwa tentang Ghulul (1)

Rep: Heri Ruslan/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ghulul berarti korupsi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa Nomor 4/Munas VI/MUI/2000 mendefinisikan ghulul sebagai tindakan pengambilan sesuatu yang ada di bawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut Islam.

Inilah praktik kotor yang sangat dilarang dalam Islam.

Secara bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa Latin, ''corruptio'' atau ''corruptus'' yang berarti; merusak, tidak jujur, dapat disuap.

Peradaban manusia di belahan dunia manapun menganggap korupsi sebagai sesuatu perbuatan yang jahat, busuk, tidak bermoral dan bejat.

Selain ghulul, dalam Islam juga dikenal istilah riswah atau suap. MUI mendefiniskan ruswah sebagai pemberian yang diberikan kepada orang lain (pejabat) dengan maksud meluluskan suatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau membatilkan perbuatan yang hak.

Kedua praktik tercela itu hukumnya haram. Dalam pandangan ahli patologi sosial, korupsi merupakan tingkah laku yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.

Jeremy Pope dalam “Strategi Memberantas Korupsi”, menyatakan korupsi adalah menyalahgunakan kekuasaan/kepercayaan untuk kepentingan pribadi.

Alquran secara tegas melarang praktik korupsi. Dalam surah Ali Imran ayat 161, Allah SWT berfirman, ''Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu...'' Jadi, ghulul juga dapat didefinisikan sebagai penghianatan terhadap amanah.

Istilah korupsi juga disebutkan dalam Alquran dengan kata al-suht.  Dalam surah al-Maidah ayat 5,  Allah SWT berfirman, ''Mereka sangat suka mendengar kabar bohong, banyak memakan (makanan) yang haram.'' Kata al-suht dalam ayat itu dicontohkan seperti uang suap dan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement