Ahad 23 Sep 2012 23:48 WIB

AR Sutan Mansur, Bintang Muhammadiyah dari Barat (5-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Merumuskan Khitah Muhammadiyah

Peran besar Buya AR Sutan Mansur yang sering kali dikenang warga Muhammadiyah adalah Kongres ke-26 di Yogyakarta pada 1937.

Ketika itu, mencuat permasalahan angkatan muda yang sangat bersemangat melancarkan kritik di luar sidang. Hal ini dikhawatirkan akan menjadi fitnah.

Kemudian, Ki Bagus Hadikusumo bersama RH Hadjid menghubungi dan meminta bantuan Sutan Mansur (Konsul daerah Minangkabau), Tjirtosoewarno (Konsul Daerah Pekalongan), dan Moeljadi Djojomartono (Konsul Daerah Surakarta).

Ketiga tokoh ini berhasil memediasi kalangan tua dan kalangan muda. Pertemuan itu berjalan dengan baik dengan dijiwai semangat keikhlasan dan keterbukaan.

Ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto pada 1953, Sutan Mansur terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah.

Tiga tahun berikutnya, yakni pada Kongres ke-33 di Palembang, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas, pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, beliau diangkat sebagai Penasihat PP Muhammadiyah sampai 1980.

Dalam buku Ensiklopedi Tokoh Muhammadiyah disebutkan bahwa pada masa kepemimpinannya selama dua periode (1953-1959), Sutan Mansur berhasil merumuskan khitah (garis perjuangan) Muhammadiyah, antara lain mencakup usaha-usaha menanamkan dan mempertebal jiwa tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan tawadu, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, menggerakkan organisasi dengan penuh tanggung jawab, memberikan contoh dan suri teladan kepada umat, konsolidasi administrasi, mempertinggi kualitas sumber daya manusia, serta membentuk kader yang andal.

Selain aktif di organisasi, dia pun dikenal sebagai penulis yang produktif. Buku-bukunya antara lain Pokok-Pokok Pergerakan Muhammadiyah, Penerangan Asas Muhammadiyah, Hidup di Tengah Kawan dan Lawan, Tauhid, Ruh Islam, dan Ruh Jihad. Buku-buku tersebut sampai saat ini masih menjadi pegangan bagi anggota Muhammadiyah.

Dalam bidang fikih, Sutan Mansur dikenal sangat toleran. Dia, misalnya, tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah (hukum agama yang tidak pokok). Hasil Putusan Tarjih Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat. Hasil Putusan Tarjih tersebut, menurut dia, tidak mengikat anggota Muhammadiyah.

Buya AR Sutan Mansur dikenang sebagai tokoh utama Muhammadiyah dari generasi pertama setelah KH Ahmad Dahlan, KH AR Fakhruddin, KH Ibrahim, KH Abdul Mu’thi, KH Mukhtar Bukhari, dan KH Mas Mansyur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement