Ahad 16 Sep 2012 12:19 WIB

Kupas Tuntas Bid'ah (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam bahasa Arab, bid’ah berarti suatu hal baru yang diciptakan tanpa ada contoh sebelumnya.

Secara istilah, bid’ah berarti segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama tanpa ada dasar syariatnya.

Terdapat perbedaan antarulama dalam mendefinisikan bid’ah. Imam Asy-Syafi‘i mengatakan, bid’ah ialah segala hal baru yang terdapat setelah masa Rasulullah SAW dan khalifah yang empat (Khulafaur Rasyidin).

Izzuddin bin Abdus Salam, ahli fikih Mazhab Syafi'i, mendefinisikan bid’ah sebagai segala perbuatan yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW.

Lain halnya dengan Ibnu Rajab Al-Hanbali (736 H/1335 M-795 H/1393 M), ahli fikih Mazhab Hanbali, ia mengatakan bid’ah ialah segala hal baru yang tidak ada dasar syariatnya.

Imam Asy-Syatibi, ahli fikih Mazhab Maliki, mengatakan yang disebut bid’ah ialah suatu tariqah (cara atau metode) yang diciptakan menyerupai syariat dalam agama untuk dijalani sebagai ibadah kepada Allah SWT.

Ulama sepakat bahwa bid’ah adalah perbuatan terlarang dalam agama. Alasannya berdasarkan hadis Nabi SAW, di antaranya dikatakan, "Barangsiapa yang mengada-adakan (sesuatu) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan daripadanya, maka ia ditolak.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Dalam hadis lain Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa mengamalkan suatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka yang demikian itu ditolak.”(HR. Muslim) dan “Jauhilah olehmu hal-hal yang diada-adakan, karena sesungguhnya yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat di dalam neraka.” (HR. Abu Dawud).

Ulama berbeda pendapat dalam menentukan batas-batas bid’ah. Berdasarkan definisi yang dikemukakan ulama tersebut di atas, pengertian bid’ah dapat dibedakan antara bid’ah yang lebih mengacu pada aspek kebahasaan (yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syafi‘i dan Izzuddin bin Abdus Salam) dan bid’ah yang lebih mengacu pada aspek syariat (oleh Ibnu Rajab dan Asy-Syatibi).

sumber : Ensiklopedi Hukum Islam
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement