Rabu 11 Jul 2012 15:39 WIB

Tarekat Khalwatiyah, Bertahan dari Tekanan Penjajah (2)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: classess.colgate.edu
Ilustrasi

Cabang Khalwatiyah

Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Para ulama Maghribi yang tengah menunaikan haji ke Makkah pada abad ke-18 M dan singgah di Kairo jumlahnya terus meningkat.

Sebagian dari mereka sangat terpengaruh oleh Al-Hifni dan para syekh Khalwatiyah pengganti Al-Hifni, seperti Mahmud Al-Kurdi (1715-1780) dan Ahmad Al-Dardir (1715-1786).

Berkat peran dari para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah. Muhammad ibn Abd Al-Rahman Al-Azhari (1713-1793) menyebarkan Khalwatiyah di Aljazair. Lahirlah cabang baru Khalwatiyah yang bernama Rahmaniyah.

Al-Azhari pula yang mengantarkan Sidi Ahmad Al-Tijani, pendiri Tarekat Tijaniyah, bergabung dengan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia Mahmud Al-Kurdi di Kairo dan Muhammad ibn Abd Al-Karim Al-Samman di Madinah.

Al-Samman mempunyai murid dari Indonesia bernama Abdul Al-Shamad Al-Palimbani (1703-1788), yang kemudian mengajarkan Tarekat Sammaniyah di Tanah Air (Sumatra). Seorang muridnya lagi berasal dari Sudan yang bernama Ahmad Al-Tayyib ibn Al-Basyir (wafat 1823 M), lalu ia menyebarkan tarekat ini di sana.

Pada abad ke-19 M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah di Afrika. Rahmaniyah memimpin pemberontakan melawan Prancis di Aljazair pada 1871. Sementara itu, Al-Hajj Umar Al-Futi memprakarsai jihad Tijaniyah di Afrika Barat.

Di Mesir, kegiatan-kegiatan Khalwatiyah bersama dengan perhimpunan sufi lainnya diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah berdasarkan dekrit Muhammad Ali pada 1812.

Hampir satu setengah abad kemudian, pemerintah otoriter lainnya, yaitu pemerintah Gamal Abdul Nasser, berupaya membatasi gerakan dan sumber daya ekonomi tarekat-tarekat sufi. Dalam daftar tentang tarekat-tarekat sufi yang berkembang di Mesir, yang disusun pada tahun 1964, tercatat ada 10 cabang Khalwatiyah meskipun sebagian besar tidak aktif.

Sementara itu, di Turki tarekat-tarekat sufi dinyatakan terlarang pada 1925 sebagai bagian dari program pembaruan penguasa Turki saat itu, Mustafa Kemal Attaturk. Akan tetapi, tarekat-tarekat sufi tetap bergerak di bawah tanah dan mulai muncul kembali dalam kehidupan publik pada akhir 1950-an. Khalwatiyah merupakan bagian dari proses kebangkitan Islam abad ke-20 itu.

Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di Albania. Di sini, Khalwatiyah mampu bertahan hidup di bawah rezim komunis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement