Sabtu 16 Jun 2012 22:32 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Ubadah bin Shamit, Sang Penentang Kezaliman (3-habis)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: solartour.sk
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Waktu itu penduduk Palestina menyaksikan peristiwa luar biasa, dan tersiarlah berita ke sebagian besar negeri Islam tentang perlawanan berani yang dilancarkan Ubadah terhadap Muawiyah, sehingga menjadi contoh teladan bagi mereka.

Bagaimana pun juga terkenalnya Muawiyah sebagai orang yang gigih dan ulet, tetapi sikap dan pendirian Uabadah itu tidak urung menyebabkan sesak nafas. Hal itu dipandangnya sebagai ancaman langsung terhadap wibawa dan kekuasaannya.

Ubadah juga melihat jarak pemisah di antara dirinya dengan Muawiyah, kian bertambah lebar. Akhirnya, ia berkata kepada Muawiyah, “Demi Allah, aku tidak ingin tinggal sekediaman denganmu untuk selama-lamanya!” Lalu Ubadah pun meninggalkan Palestina dan berangkat ke Madinah.

Amirul Mukminin Umar adalah seorang yang memiliki kecerdasan tinggi dan berpandangan jauh ke depan. Ia selalu menginginkan kepala-kepala daerah tidak hanya mengandalkan kecerdasannya semata dan menggunakannya tanpa reserve.

Maka terhadap orang seperti Muawiyah dan kawan-kawannya, tidak dibiarkan begitu saja tanpa didampingi sejumlah sahabat yang zuhud dan saleh, serta penasihat yang tulus ikhlas. Mereka bertugas membendung keinginan-keinginan yang tidak terbatas, dan selalu mengingatkan mereka akan hari-hari dan masa Rasulullah SAW.

Oleh sebab itu, ketika Umar RA melihat Ubadah telah berada di Kota Madinah, ia bertanya, “Apa yang menyebabkanmu ke sini, wahai Ubadah?”

Ubadah menceritakan peristiwa yang terjadi antara dirinya dengan Muawiyah. Umar berkata, “Kembalilah segera ke tempatmu! Amat buruk jadinya suatu negeri yang tidak memiliki orang sepertimu.”

Kepada Muawiyah juga dikirim surat yang di antara isinya terdapat kalimat, “Tak ada wewenangmu sebagai amir terhadap Ubadah.”

Memang, Ubadah menjadi amir bagi dirinya. Jika Umar Al-Faruq sendiri telah memberikan penghormatan kepada seseorang setinggi ini, tentulah dia seorang besar! Dan sungguh, Ubadah adalah seorang besar, baik karena keimanan, maupun karena keteguhan hati dan kelurusan jalan hidupnya.

Pada tahun 34 Hijriyah, ia meninggal dunia di Ramlah, Palestina. Utusan Anshar khususnya, dan agama Islam pada umumnya ini meninggalkan teladan yang tinggi dalam arena kehidupan. Ia seorang penegak kebenaran dan pelurus penyelewengan.

sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement