Senin 20 Feb 2012 16:27 WIB

Inilah Adab Mempekerjakan Orang (Bag 3)

Sejumlah buruh angkut melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Minggu (12/2). (Republika/Prayogi)
Sejumlah buruh angkut melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Minggu (12/2). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, Serikat buruh/pekerja di berbagai daerah di Tanah Air selalu berjuang menuntut kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Mereka berharap agar upah yang diterima para buruh setiap bulannya bisa memenuhi kebutuhan hidup layak. Maklum saja, harga barang-barang kebutuhan hidup terus meroket setiap saat.

Di sisi lain, kalangan pengusaha pun berupaya agar upah minimum tak terlalu memberatkan biaya operasional perusahaannya. Aksi unjuk rasa pun selalu mewarnai penetapan UMK di setiap kabupaten/kota. Pemandangan itulah yang biasa terjadi setiap tahun. Hubungan buruh-pengusaha atau pegawai dan majikan memang kerap memanas.

Ajaran Islam telah menawarkan solusi bagi hubungan yang menguntungkan antara pekerja dan majikan. Pada edisi lalu telah dibahas lima adab mempekerjakan orang menurut Alquran dan sunah.

Kali ini, ada lima adab lainnya yang perlu diperhatikan kedua belah pihak--pekerja dan majikan--untuk membangun sebuah hubungan yang harmonis. Apa saja kelima adab lainnya yang harus diperhatikan itu? Syekh Abdul Azis bin Fathi As-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab Al-Islaamiyyah menjelaskan adab mempekerjakan orang menurut Alquran dan sunah.

Amanah dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan

Menurut Syekh Sayyid Nada, seorang pekerja harus melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah dan tidak berkhianat. Hendaknya dia bertakwa kepada Allah, bahkan ketika majikannya tidak ada. Dia juga harus merasa dalam pengawasan sehingga melakukan pekerjaannya dengan baik,” ungkapnya.

Hal itu, menurut Syekh Sayyid Nada,  merupakan sifat amanah. Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisaa [4]: 58, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…”

Menyerahkan hasil keuntungan kepada majikan

Seorang pekerja, lanjut Syekh Sayyid Nada, hendaknya menyerahkan keuntungan kepada majikannya karena hal itu merupakan bentuk penunaian amanah.

Rasulullah bersabda, Seorang bendahara yang amanah, yang menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya dengan senang hati, termasuk orang yang bersedekah.” (HR Bukhari-Muslim)

Menurut Syekh Sayyid Nada, tak boleh seorang pekerja mengambil sesuatu untuk dirinya karena itu merupakan pengkhianatan. Pekerja juga tidak boleh menyerahkan  keuntungan, selain kepada majikannya. Selain itu, dia juga harus berhati-hati dalam menerima hadiah disebabkan posisinya tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement