REPUBLIKA.CO.ID, Pada tahun ketujuh Sebelum Hijriah (SH)/615 M atau tahun kelima setelah kenabian, terjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Saat itu, para sahabat yang baru memeluk Islam mendapat teror dan siksaan dari kaum kafir Quraisy. Rasulullah SAW lalu memerintahkan para sahabat untuk menyelamatkan diri ke Habasyah.
‘’Sesungguhnya di Negeri Habasyah terdapat seorang raja yang tak seorangpun yang dizalimi di sisinya, pergilah ke negerinya, hingga Allah membukakan jalan keluar bagi kalian dan penyelesaian atas peristiwa yang menimpa kalian,’’ ujar Nabi SAW. (Fathul Bari 7;189)
Menurut Dr Sayuqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, wilayah al-Habasyah, saat ini dikenal dengan nama Ethiopia atau Eritrea. ‘’Masyarakatnya dikenal sebagai al-Habasy yakni bangsa Sudan atau bangsa berkulit hitam,’’ ujar Dr Syauqi.
Habasyah merupakan wilayah yang penting bagi perkembangan agama Islam di tahap-tahap awal. Sebab, negeri yang dipimpin Raja An-Najasyi itu telah menjadi penyelamat akidah para sahabat di awal masa perkembangan Islam.
Kisah hijrah para sahabat Nabi SAW ke Habasyah diungkapkan dalam Shahih Al-Bukhari, mengutip penjelasan dari Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW yang juga ikut dalam peristiwa hijrah ke Habasyah itu.
Di tengah kegelapan malam yang mencekam, 11 pria dan lima wanita sahabat Rasulullah SAW mengendapendap meninggalkan Makkah. Mereka keluar dari Makkah dengan berjalan kaki menuju pantai. Sebuah perahu yang terapung di Pelabuhan Shuaibah siap mengantarkan mereka menuju ke sebuah negeri untuk menghindari kemurkaan dan kebiadaban kafir quraisy.
‘’Para sahabat menyewa sebuah kapal seharga setengah dinar,’’ demikian tertulis dalam kitab Fathul Bari. Negeri yang mereka tuju itu bernama Habasyah -- sebuah kerajaan di daratan Benua Afrika. Mereka pergi ke negeri itu atas saran dari Rasulullah SAW.
Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, umat Islam hijrah ke Habasyah sebanyak dua kali. Di antara sahabat yang hijrah ke Ethiopia itu antara lain; Usman bin Affan beserta isterinya Ruqayyah yang juga puteri Rasulullah SAW serta sahabat dekat lainnya.
Sebenarnya, ungkap Dr Akram, Abu Bakar Ash-Shiddiq juga turut dalam hijrah pertama itu. Namun, begitu sampai di barkul Ghimad – suatu tempat dari Makkah ke arah Yaman dengan perjalanan sekitar lima hari – Abu Bakar bertemu dengan Ibnu Daghinnah.
Ibnu Daghinnah meminta Abu Bakar agar tak hijrah ke Habasyah. ‘’Orang seperti engkau tak layak pergi atau terusir dari kampung halamannnya, karena engkau membantu yang membutuhkan, menyambung silaturahim, menanggung yang membutuhkan, menghormati tamu, dan menolong kebenaran di mana saja sumbernya,’’ ungkap Ibnu Daghinnah seraya berjanji akan melindungi Abu Bakar dari siksaan kaum Kafir Quraisy.
Perjalanan para sahabat ke negeri Habasyah itu dipimpin Usman bin Maz’un. Setelah mengarungi ganasnya gelombang Laut Merah, enam belas sahabat Rasulullah itu akhirnya terdampar di negeri yang kala itu dipimpin seorang raja bernama Najasyi orang Arab menyebutnya Ashama ibnu Abjar. (bersambung)