Selasa 30 Sep 2025 12:49 WIB

Kisah Nabi Berbuat Baik pada Tawanan hingga Lumpuhnya Ekonomi Makkah

Tsumamah bin Utsal akhirnya memeluk Islam dan menjadi sekutu Madinah.

ILUSTRASI Rasulullah SAW.
Foto: dok publicdomainpictures
ILUSTRASI Rasulullah SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tsumamah bin Utsal adalah pemimpin Bani Hanifah, salah satu kabilah paling makmur di seluruh Jazirah Arab pada zaman Nabi Muhammad SAW. Bahkan, suku ini adalah pemasok utama pelbagai komoditas pangan untuk wilayah Hijaz, termasuk Makkah al-Mukarramah.

Ketika itu, Rasulullah SAW sedang menggencarkan syiar Islam via korespondensi atau surat menyurat. Bani Hanifah termasuk sasaran dakwah beliau.

Baca Juga

Tatkala menerima surat kiriman Nabi SAW, Tsumamah bin Utsal langsung merobeknya. Bahkan, ia berkata sesumbar akan menyerbu Madinah dan membunuh Rasulullah SAW.

Suatu ketika, Tsumamah bermaksud melaksanakan umrah ke Ka'bah, Makkah, sesuai dengan adat jahiliyah. Namun, di tengah perjalanan rombongannya dicegat pasukan patroli Muslimin di sekitar perbatasan Madinah.

Tsumamah tak sanggup melawan. Pasukan Muslimin pun berhasil meringkusnya.

Sesampainya di Madinah, Tsumamah dalam keadaan terikat dibawa ke hadapan Rasulullah SAW. Beliau pun memutuskan bahwa pemimpin Bani Hanifah itu menjadi tawanan.

Awalnya, Tsumamah mengira bahwa dirinya akan dibelenggu dan disiksa agar mau menjadi pengikut Muhammad SAW. Namun, Rasulullah SAW justru memperlakukannya dengan baik.

Memang, kedua tangan Tsumamah diikat pada sebuah tiang di depan Masjid Nabawi. Kedua kakinya pun diikat, tetapi tidak sampai kencang---hanya untuk mencegahnya kabur.

Rasulullah SAW memerintahkan kaum Muslimin agar tidak menyakiti Tsumamah.

“Sediakan makanan dan susu. Kirimkan kepada Tsumamah bin Utsal yang sedang ditahan di depan masjid!” kata beliau.

Karena keputusan Nabi SAW itu, Tsumamah mendapatkan berbagai fasilitas yang terbilang bagus untuk seorang tawanan. Malahan, kaum Muslimin memberikan kepadanya kurma dan susu dengan kualitas paling bagus, tak berbeda dengan apa yang biasa dimakannya di perkampungan Bani Hanifah.

Bedanya, kini Tsumamah mengonsumsi itu semua dengan tangan terikat. Seorang sahabat Nabi menyuapinya setiap tiba waktunya makan, tiga atau empat kali sehari.

Selama beberapa hari, Tsumamah diikat di depan Masjid Nabawi. Karena itu, ia selalu bisa menyaksikan, bagaimana keadaan kaum Muslimin di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW.

Lima kali sehari, azan menggema dari masjid. Kaum Muslimin pun berbondong-bondong mendirikan shalat berjamah di masjid, dengan diimami Rasulullah SAW.

Tsumamah juga menyaksikan, masjid kerap ramai oleh majelis ilmu yang digelar Nabi SAW. Kaum Muslimin pun belajar Islam langsung dari Rasulullah SAW. Secara tidak langsung, tokoh Bani Hanifah ini pun mendapatkan informasi tentang Islam.

Suatu pagi, Rasulullah SAW menemui Tsumamah.

“Apa kabar, hai Tsumamah?” sapa beliau dengan ramah.

“Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang pasti akan dituntut bela kematiannya oleh kaumnya. Jika engkau mengampuniku, engkau mengampuni orang yang tahu terima kasih. Jika engkau minta tebusan, mintalah! Kuberi berapa pun yang engkau mau!” kata Tsumamah dengan lantang.

Mendengar itu, Nabi SAW hanya tersenyum dan berlalu meninggalkannya.

Keesokan harinya, Rasulullah SAW kembali mendatangi Tsumamah. “Apa kabar, wahai Tsumamah?” sapa Rasulullah.

“Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang pasti akan dituntut bela kematiannya. Jika engkau mengampuniku, engkau mengampuni orang yang tahu terimah kasih. Jika engkau minta tebusan, mintalah!” kata Tsumamah.

Rasulullah kembali tersenyum dan berlalu meninggalkan tawanannya itu.

Hari berikutnya, Nabi SAW kembali menemui Tsumamah dan berbicara kepadanya, “Apa kabar, wahai Tsumamah?”

“Baik, ya Rasulullah!” jawab Tsumamah.

Kali ini, Nabi SAW tidak meninggalkannya begitu saja. Beliau menyuruh beberapa sahabatnya untuk membebaskan Tsumamah.

photo
Infografis surat yang kerap dibaca Nabi Muhammad saat sholat jumat. - (Dok Republika)

“Lepaskan tali yang mengikat tangan Tsumamah. Biarkan ia pergi ke manapun ia suka!”

Tsumamah terkejut dan terheran-heran. Mengapa dirinya dibebaskan begitu saja tanpa dimintai tabusan?

Rasul SAW tidak hanya mengembalikan kuda yang sehat dan kekar milik Tsumamah. Beliau pun memberikan perbekalan kepada tokoh Bani Hanifah itu. Sebab, beliau memafhumi, jarak antara Madinah dan perkampungan orang musyrik ini cukup jauh.

Setelah mengucapkan terima kasih, Tsumamah pun melesat pergi ke luar Madinah.

Namun, belum begitu jauh dari Madinah, Tsumamah berbalik arah. Ia bergegas kembali ke Kota Nabi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement