Selasa 18 Sep 2018 12:39 WIB

Etika Berkomunikasi

Kepiawaian manusia dalam berkomunikasi adalah sesuatu yang wajar.

Direktur Rumah Bebas Konflik Pemilu (RUBIK) Abdul Ghofur menyampaikan pandangannya bersama Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro ketika menjadi nerasumber dalam diskusi dan deklarasi gerakan #Saya Juru Damai Pilpres 2019 di Jakarta, Senin (17/9).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Rumah Bebas Konflik Pemilu (RUBIK) Abdul Ghofur menyampaikan pandangannya bersama Peneliti Senior LIPI Siti Zuhro ketika menjadi nerasumber dalam diskusi dan deklarasi gerakan #Saya Juru Damai Pilpres 2019 di Jakarta, Senin (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID,OLEH MUSFIRAH NURLAILI 

Dalam kaitan dengan tahun politik atau pesta demokrasi yang tinggal beberapa bulan ke depan, hampir bisa dipastikan persaingan dan kompetisi antarpihak-pihak yang berkepentingan semakin hari semakin ramai, bahkan cenderung seru. Masyarakat disajikan berbagai variasi adu gagasan dalam forum-forum formal dan informal dengan gaya komunikasi atraktif disertai argumen yang rasional.

Kepiawaian manusia dalam berkomunikasi adalah sesuatu yang wajar. Bahkan, Alquran menyatakan secara implisit, manusia adalah makhluk komunikasi. Dalam surah ar-Rahman ayat 1-4, Allah menegaskan, Yang Maha kasih mengajarkan Alquran, menciptakan manusia, mengajarkannya al-bayan. Ketika menjelaskan ayat ini, seorang mufasir kenamaan, Imam Syaukani dalam Fath al-Qadirmenguraikan, yang dimaksud dengan al-bayantidak lain adalah kemampuan berkomunikasi.

Selain menggunakan kata al-bayan, Alquran juga menggunakan kata al-qawl. Hasil pelacakan terhadap kata ini dalam konteks perintah (al-amr)paling tidak menemukan enam prinsip komunikasi: qaulan sadidan(QS 4: 9 dan 33: 70), qaulan baligan(QS 4: 63), qaulan maysuran (QS 17:28), qaulan layyinan(QS 20: 44), qaulan kariman (QS 17: 23), dan qaulan ma'rufan(QS 4: 5).

 

Dalam kaitan memberikan keterangan, penjelasan, klarifikasi, atau apa pun namanya, Alquran mengarahkan setiap orang untuk berpegang kepada prinsip qaulan sadidan. Prinsip ini ditemukan dua kali dalam Alquran. Pertama dalam urusan anak yatim dan masalah keturunan.Dan hendaklah orang-orang takut kalau-kalau di belakang hari mereka meninggalkan keturunan yang lemah yang mereka khawatirkan kesejahteraannya. Hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan berkata dengan qaulan sadidan.

Dan kedua, dalam hal sebagai atribut ketakwaan. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah qaulan sadidan. Nanti Allah akan membaikkan amal-amal kamu, mengampuni dosa-dosamu.Siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ia pasti akan mencapai keberuntungan yang besar.

Lalu, apa yang dimaksud dengan qaulan sadidan? Qaulan sadidanartinya perkataan yang benar dan jujur. Pickthal menerjemahkannya dengan straight to the point, lurus, tidak bohong, dan jauh dari berbelit-belit.

Perkataan yang benar atau qaulan sadidan harus berbanding lurus atau sesuai dengan kriteria kebenaran yang dikandung Alquran, al-sunnah, dan ilmu. Alquran menyindir keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk kepada al-Kitab, petunjuk, dan ilmu (QS 31: 20).

Perkataan yang benar juga adalah perkataan yang tidak mengandung kebohongan dan ucapan yang jujur.

Dalam riwayat muttafaq alaih, Nabi bersabda, "Jauhi dusta, karena dusta membawa kamu kepada dosa dan dosa membawa kamu kepada neraka. Lazimkanlah berkata jujur, karena jujur membawa kamu kepada kebajikan dan kebajikan akan membawa kamu ke surga.

"Bahkan, dengan lebih tegas lagi Nabi berpesan ketika membaiat Abu Dzar (tentu saja tidak hanya untuk Abu Dzar), "Katakanlah kebenaran itu walaupun pahit." Oleh Karena itu, pada masa Khalifah Utsman, Abu Dzar kerap mengkritik pejabat yang korup. Ia menyampaikan kecaman saat orang lain menyampaikan pujian. Ia tidak mau berdusta. Hingga akhirnya ia diusir ke Rabazah dan wafat di tempat pengasingan tersebut.

Tentu saja sekarang ini, para pihak yang berkepentingan dengan politik adu gagasan untuk menarik simpati masyarakat sepatutnya disajikan perkataan yang jujur dan lurus. Tak ada lagi pem belok kan fakta, penyimpangan informasi, dan ke benaran yang ditutup-tutupi. Sajikan kebenaran dengan perkataan yang benar dan hindari kebo hongan, apalagi kebohongan publik. Wallahua'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement