Allah SWT mempercayakan pengelolaan bumi ini kepada manusia. Tugasnya adalah untuk memakmurkannya. Tapi, yang dapat melakukannya bukan manusia zalim (destruktif) atau manusia yang apatis, sekalipun rajin melaksanakan ibadah ritual, melainkan orang yang senantiasa beribadah kepada Allah dan melaksanakan kebajikan.
Wahai orang-orang yang beriman, rukuklah, sujudlah, beribadahlah kepada Tuhan kalian, dan lakukanlah kebajikan agar kalian beruntung. (Al-Hajj [22]:77).
Ayat itu menggambarkan tentang sosok ritualis kontributif. Perintah rukuk dan sujud adalah perintah shalat. Ini gaya bahasa yang disebut sebagian, (namun) maksudnya adalah keseluruhan. Setelah perintah shalat secara khusus, ada perintah ibadah secara umum. Dan beribadah kepada Tuhan kalian.
Mufassir Ath-Thabari menjelaskan maknanya, Dan merendahlah kepada Allah dengan taat kepada-Nya. Ini dapat dipahami bahwa selain perintah shalat sebagai ibadah ritual, manusia yang beriman hendaknya juga melaksanakan ibadah sosial, sebagai upaya menjalin hubungan yang kokoh dengan Sang Pencipta. Dan lakukanlah al-khair (kebajikan).
Sayyid Thahthowi menyatakan, Al-khair mencakup segala ucapan dan perbuatan yang membuat Allah ridla. Misalnya, menginfakkan harta di jalan kebenaran, silaturahim, berbuat baik kepada tetangga, dan perbuatan lainnya yang dianjurkan Islam.
Ritualis kontributif selalu proaktif melakukan apa saja yang bermanfat bagi kehidupan. Rasulullah SAW mengilustrasikan, ritualis kontributif dengan lebah. Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih, dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya). (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)
Segala yang keluar darinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki; lidahnya hanya mengeluarkan kata-kata yang baik; perilakunya membahagiakan manusia lain; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemaslahatan manusia.
Salah satu modal terpenting untuk itu adalah keikhlasan dalam pengorbanan. Orang yang berkorban dengan tidak ikhlas, hanya akan berpikir dan berusaha untuk mengembalikan pengorbanannya itu dengan segala cara, termasuk yang haram. Sedangkan orang yang berkorban dengan ikhlas, ia akan melakukannya dalam rangka mencari ridla Allah.
Dan, hanya kepada komunitas masyarakat ritualis kontributif itulah, Allah SWT menjanjikan sukses, kejayaan, dan kebahagiaan. Wallahu a’lam.