Senin 08 Dec 2025 19:24 WIB

Din Syamsuddin: Dunia Islam Butuh Kerja Sama Bisnis yang Inovatif-Inklusif

OKI perlu aktif mendorong kerja sama ekonomi dan investasi antarnegara anggotanya.

Tokoh Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin (kedua dari kiri) menjadi pemateri dalam forum internasional, Global Muslim Business Forum (GMBF) 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 8 Desember 2025.
Foto: ist
Tokoh Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin (kedua dari kiri) menjadi pemateri dalam forum internasional, Global Muslim Business Forum (GMBF) 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 8 Desember 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebangkitan umat Islam secara global dapat dimulai dari bidang ekonomi. Karena itu, kerja sama bisnis, baik antar-pemerintah (government to government/G to G) maupun antar-masyarakat (people to people/P to P), harus terus dikembangkan secara sungguh-sungguh.

Hal itu disampaikan tokoh Muhammadiyah, Prof Dr M Din Syamsuddin, saat menjadi pembicara dalam Global Muslim Business Forum (GMBF) 2025. Forum yang diikuti sekira 300 peserta itu menjadi titik temu para pebisnis, penentu kebijakan, akademisi dan pengamat ekonomi Islam dari berbagai negara.

Baca Juga

Dalam GMBF 2025, Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Danamon itu menyajikan pemaparan tentang pentingnya sinergi di antara negara-negara Muslim, terutama yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Dengan rendah hati, Din memaklumkan bahwa dirinya bukanlah seorang pakar ekonomi, tetapi memiliki kepedulian terhadap perkembangan ekonomi keumatan. Karena itu, mantan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini mengatakan, buah pemikirannya ini lebih sebagai refleksi kepedulian.

"Potensi ekonomi dunia Islam sangatlah besar, baik dari segi sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang dimiliki negara-negara Islam. Namun, potensi itu tidak manifest antara lain karena rendahnya derajat bekerja sama," ujar ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015 itu, dikutip dari keterangan tertulis pada Senin (8/12/2025).

"Ditambah lagi, (negara-negara Islam) tidak memiliki strategi pertahanan diri (self defence mechanism) terhadap liberalisasi ekonomi global, dan rendahnya dukungan negara terhadap pemajuan perekonomian umat," sambung dia.

Menurut Din, negara-negara Muslim baik secara kolektif dan maupun sendiri-sendiri hendaknya menjalankan strategi bisnis yang inovatif. Di antaranya adalah dengan mengembangkan produk-produk baru yang diperlukan pasar dan perdagangan antar-negara atau daerah dalam satu negara.

Hal ini dapat dilakukan dengan membuat database dan analisis tentang supply and demand serta mengembangkan pola kemitraan atas dasar kerja sama yg saling menguntungkan. OKI pun dapat mengambil peranan di sini.

photo
Tokoh Muhammadiyah, Prof Din Syamsuddin (paling kanan) dalam forum internasional, Global Muslim Business Forum (GMBF) 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 8 Desember 2025. - (ist)

"OKI perlu aktif, bahkan proaktif, mendorong kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi antara sesama negara anggota," ujar guru besar UIN Syarif Hidayatullah ini.

Di akhir presentasinya, Din juga menegaskan, kerja sama ekonomi dan perdagangan tidak hanya dilakukan sesama Muslim, tetapi perlu secara inklusif tanpa memandang identitas agama. Hal itu selama tidak tidak ada upaya dominasi dan eksploitasi.

GMBF 2025 menghadirkan antara lain Ketua Senat Pakistan/mantan perdana menteri Pakistan Syed Yousaf Raza Gilani; Utusan Khusus Pemerintah Kamboja ke OKI Neak Oknha Datok Othman Hassan; Gubernur Malaka Tun Seri Mulia Haji Mohd Ali bin Mohd Rustam; Ketua Islamic Chamber of Commerce and Development Mr Saleh Kamel; Ketua GMBF Dato Seri Mohammad Iqbal Rawther; serta para pelaku bisnis dari sejumlah negara Muslim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement