REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di tengah meningkatnya kerusakan lingkungan global, Syekh Yusuf Al-Qaradhawi mengingatkan bahwa menjaga alam bukan sekadar tanggung jawab moral, tetapi juga bagian dari tujuan syariat Islam atau maqashid syariah. Dalam bukunya Islam Agama Ramah Lingkungan, ia menegaskan bahwa lingkungan adalah bagian dari harta yang wajib dipelihara, sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam Alquran.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاۤءَ اَمْوَالَكُمُ الَّتِيْ جَعَلَ اللّٰهُ لَكُمْ قِيٰمًا وَّارْزُقُوْهُمْ فِيْهَا وَاكْسُوْهُمْ وَقُوْلُوْا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوْفًا
Wa lā tu'tus-sufahā'a amwālakumul-latī ja‘alallāhu lakum qiyāmaw warzuqūhum fīhā waksūhum wa qūlū lahum qaulam ma‘rūfā(n).
Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan)-mu yang Allah jadikan sebagai pokok kehidupanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari (hasil harta) itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (QS An-Nisa Ayat 5)
Menurut Syekh Yusuf Al-Qaradhawi, harta bukan hanya berupa uang, emas, dan permata, melainkan seluruh benda yang menjadi milik manusia, serta segala macam usaha untuk memperolehnya juga termasuk harta. Maka bumi adalah harta, pohon adalah harta, tanaman adalah harta, binatang ternak adalah harta, air adalah harta, gembalaan adalah harta, tempat tinggal adalah harta, pakaian adalah harta, perangkat-perangkat rumah adalah harta, tambang adalah harta, dan minyak juga adalah harta.
Jadi, kewajiban menjaga lingkungan juga merupakan kewajiban menjaga harta dalam segala bentuk dan jenisnya. Implementasi dari komitmen tersebut dilakukan dengan menjaga sumber dayanya dan tidak melakukan perbuatan bodoh, mengeksploitasi tanpa tujuan dan kepentingan yang jelas atau terjebak dalam kesalahan pola penumbuhan dan pemeliharaannya. Semua itu dapat menyebabkan kerusakan atau hilangnya sumber kekayaan sebelum tiba waktunya untuk dimanfaatkan.
Bentuk eksploitasi inilah yang pada zaman sekarang menjadi ancaman paling besar bagi keberlangsungan generasi mendatang.
Untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut, lahirlah konsep maqashid syariah dan al-mashalih adh-dharuriyyah, yang semuanya bertujuan menjaga harta beserta sumber-sumbernya, mengembangkan hasilnya, menyadarkan manusia mengenai akibat perusakan kawasan, dan membenahi pola pemanfaatannya untuk seluruh umat manusia.
Maka, perusakan lingkungan harus dipahami sebagai tindakan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan syariat. Dengan demikian, apabila pemeliharaan dan pelestarian lingkungan sejalan dengan upaya menyempurnakan tujuan-tujuan syariat, maka segala bentuk perusakan, pencemaran, pengurasan sumber daya alam, serta penghancuran prinsip ekosistem merupakan tindakan yang menghilangkan tujuan syariat dan menodai prinsip-prinsip kemaslahatan di dalamnya.
Seorang ahli tafsir, Abu Hayyan dalam kitab tafsirnya Al-Bahru Al-Muhith yang menafsirkan Firman Allah ini.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Wa lā tufsidū fil-arḍi ba‘da iṣlāḥihā wad‘ūhu khaufaw wa ṭama‘ā(n), inna raḥmatallāhi qarībum minal-muḥsinīn(a).
Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A‘raf Ayat 56)
Abu Hayyan menafsirkan bahwa ayat tersebut merupakan penegasan larangan terhadap segala bentuk perusakan di atas bumi, sekaligus menjelaskan konsep penerapannya dalam kehidupan. Maka membunuh jiwa, merusak keturunan, harta benda, akal, dan agama merupakan bentuk-bentuk perbuatan yang sangat dilarang.
Adapun makna dari kalimat "Setelah diatur dengan baik" adalah setelah Allah menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kodrat yang bermanfaat bagi manusia dan bagi kemaslahatan orang-orang. Maka apa yang telah dipaparkan oleh para mufassir tentang berbagai macam tindakan perusakan harus dihindari, dan jika muncul kebutuhan untuk bertindak, maka hal itu harus dilakukan secara tepat.




