Rabu 26 Nov 2025 17:58 WIB

Demi Keselamatan Anak, Ormas Islam Dukung Penyusunan Regulasi Medsos

Banyak orang tua belum mampu awasi langsung penggunaan gadget oleh anak mereka.

Rep: Fuji Eka Purnama/ Red: Hasanul Rizqa
Media sosial (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com
Media sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik beragam manfaat, teknologi digital juga menimbulkan sejumlah dampak negatif yang tidak dapat diabaikan. Di antaranya adalah konten kekerasan yang marak di berbagai platform media sosial (medsos) dan gim daring (online game). Anak-anak sangat rentan terpapar materi dari internet tersebut yang sebenarnya tidak sesuai bagi tumbuh kembang mereka.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja dan Keluarga Siti Ma'rifah mengatakan, paparan tayangan kekerasan secara berulang dapat membuat anak kehilangan kepekaan dan rasa empati. Dalam jangka panjang, hal ini meningkatkan risiko munculnya perilaku agresif, baik verbal maupun fisik, pada diri anak.

Baca Juga

Karena itu, lanjutnya, MUI mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi melindungi anak-anak dari paparan konten berbahaya di internet. Hal itu dapat diiringi dengan penguatan pendidikan karakter dan penanaman nilai-nilai agama, baik di lingkup keluarga, sekolah, maupun ruang sosial pada umumnya.

"Program-program terkait hal ini sudah kami laksanakan, baik berbentuk literasi, edukasi, dan pengawasan dan pendampingan, bekerja sama dengan kementerian terkait," ujar Siti Ma'rifah kepada Republika, Selasa (25/11/2025).

Secara khusus, ia menyoroti peran orang tua dalam membentengi anak-anak dari paparan konten kekerasan. Dalam ajaran Islam, orang tua bertanggung jawab dalam proses tumbuh kembang anak.

Fokusnya bukan hanya pada pemberian nutrisi untuk mendukung pertumbuhan fisik, melainkan juga pendidikan dan keteladanan. Dengan begitu, anak-anak tumbuh menjadi generasi yang kuat, bermartabat, dan bertakwa.

"Keluarga harus menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk anak-anak. Mereka harus dilindungi kesehatan fisik dan mentalnya agar menjadi generasi yang berakhlakul karimah, sehat, bermartabat dan menjadi harapan bangsa," ujarnya.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Nasyiatul 'Aisyiyah Ariati Dina Puspitasari, berbagai penelitian telah mengungkapkan pengaruh penggunaan gawai (gadget) terhadap tumbuh kembang anak. Bila digunakan secara berlebihan dan tanpa batasan waktu yang jelas, gadget dapat menurunkan daya konsentrasi anak-anak. Ini tentunya berdampak negatif untuk proses belajar mereka.

Oleh karena itu, Ariati menegaskan, anak-anak perlu diawasi saat menggunakan gadget. Orang tua dan pendidik juga wajib mencegah mereka dari mengakses konten-konten negatif di internet, termasuk yang menampilkan kekerasan fisik maupun verbal.

Ia mengingatkan, anak-anak memiliki kecenderungan untuk meniru perilaku-perilaku tidak baik yang mereka lihat dari konten medsos dan gim daring. Terlebih lagi, apabila mereka menontonnya tanpa pendampingan dari orang tua atau pun guru. Bahkan, lanjut Ariati, fenomena ini pun sudah dijumpai pada di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sekolah dasar (SD).

"Anak-anak yang masih PAUD itu sangat imitasi. Meniru apa-apa yang mereka dengar, mereka lihat. Ini tentu menjadi keprihatinan bagi kami," ujar Ariati Dina Puspitasari kepada Republika, Selasa (25/11/2025).

Nasyiatul 'Aisyiyah mendorong adanya regulasi yang tepat dari pemerintah. Dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI diharapkan merumuskan kebijakan yang lebih memadai dalam membatasi konten-konten kekerasan agar tidak terjangkau anak-anak.

"Kami sangat berharap bahwa ada regulasi dari Komdigi untuk bagaimana caranya supaya bisa di-banned (dilarang) situs-situs yang mengarah kepada kekerasan, apa pun jenis kekerasannya: fisik, verbal, seksual," kata Ariati.

Sekretaris Umum PP 'Aisyiyah Dr Tri Hastuti Nur Rochimah mengatakan, pemerintah dapat belajar dari negara-negara luar dalam melindungi anak dari paparan konten negatif. Sebagai contoh, Australia yang mulai pada 10 Desember 2025 menerapkan larangan bagi anak di bawah usia 16 tahun untuk mengakses media sosial. Aturan serupa juga akan dijalankan Malaysia.

Menurut Tri, Komdigi RI perlu membuat aturan yang tegas seperti itu sehingga platform-platform medsos wajib membatasi akses bagi anak. Terlebih lagi, banyak orang tua di Tanah Air yang belum mampu mengawasi langsung penggunaan gadget oleh anak mereka.

"Kita harus meniru Australia, meniru Malaysia yang tahun depan akan memberlakukan larangan punya medsos bagi anak-anak. Karena banyak orang tua pun yang tidak punya keterampilan mendampingi anak-anaknya dalam berinteraksi di dunia maya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement