Selasa 25 Nov 2025 21:14 WIB

Guru Besar UIN Jakarta Dorong Diplomasi Islam Indonesia untuk Keterbukaan Afganistan

Indonesia berperan penting dalam diplomasi Islam yang moderat.

Diskusi yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan topik “Perumusan Strategi hubungan Indonesia - Afganistan dengan mitra strategis
Foto: Dok Istimewa
Diskusi yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan topik “Perumusan Strategi hubungan Indonesia - Afganistan dengan mitra strategis" di Kampus UIN Ciputat, Tangerang Selatan, pada Selasa (25/11/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN— Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Khamami Zada menyatakan Indonesia harus membuat roadmap agar misi Indonesia untuk Afghanistan berbasis pada misi ideologis yang inklusif yang mendorong pernghargaan pada nilai-nilai Hak Asasi Manusia, terutama pada perempuan dan kelompok minoritas sesuai kemajemukan bangsa Indonesia.

Hal ini disampaikan dalam diskusi yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bekerjasama dengan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan topik “Perumusan Strategi hubungan Indonesia - Afganistan dengan mitra strategis" di Kampus UIN Ciputat, Tangerang Selatan, pada Selasa (25/11/2025).

Baca Juga

Hadir juga sebagai narasumber, Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian Dr Noor Huda Ismail, dosen Universitas Airlangga Dr Mohammad Ayub Mirdad, dan Budi Suryasaputra, Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Kabul periode 2021-2025.

"Empat tahun sudah penguasa de facto Taliban berkuasa di Afghanistan, sejak 2021. Taliban 2.0 ini tidak jauh berbeda dengan Taliban 1.0 yang berkuasa 1996-2001. Pelaksanaan syariat Islam secara ketat hingga pembatasan kepada perempuan dalam ruang publik, terutama akses pendidikan," ujar Khamami Zada.

Khamami menuturkan penguasa de facto Afghanistan sekarang ini mempertahankan kontinuitas ideologis yang kuat dengan Taliban 1.0. Banyak perempuan yang kehilangan hak asasinya dan mengeluhkan dunia internasional yang gagal mempersiapkan Afghanistan yang inklusif.

"Taliban menggunakan pendekatan engagement. Mereka menjalin komunikasi dengan negara-negara di dunia internasional, tetapi sayangnya tetap bersikeras tidak mengubah syariat yang ketat," terangnya.

"Taliban tidak melonggarkan kebijakannya dalam melaksanakan syariat Islam. Padahal, dalam prinsip siyasah syar’iyyah, prinsp tadarruj (bertahap) adalah cara yang memungkinkan membangun negara Afghanistan dalam misi diplomasi internasional," jelasnya.

Khamami Zada menambahkan, Taliban lebih memprioritaskan syiar syariah sehingga membuat salah paham komunitas internasional.

"Seharusnya, Taliban mempertimbangkan politik diplomasi pertahanan yang membuat dunia internasional mengakui pemerintahan baru di bawah Taliban. Juga meyakinkan dunia internasional agar Afghanistan di bawah Taliban tidak menjadi basis terorisme," ujarnya.

Seiring dengan kiprah diplomasi internasional yang sedang dilancarkan Presiden Prabowo, Khamami menilai Indonesia berhasil membawa misi diplomasi Islam Indonesia ke tengah dunia internasional.

Berbagai aksi internasionalnya telah diwujudkan dengan membangun kemitraan strategis dengan dunia internasioal.

"Khusus di Afghanistan, misi diplomasi Islam Indonesia dilakukan demi kepentingan Indonesia dan dunia Islam tidak terhubung dengan jaringan terorisme global. Sekaligus juga menjadikan negara-negara Muslim sebagai negara yang berkeadaban dalam hubungan internasional," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement