REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) mengadakan konferensi ICONHUM 2025 (International conference on humanity and global solidarity) di Jakarta, Sabtu (22/11/2025). Aktivis Palestina, mahasiswa, dan masyarakat umum hadir untuk mendorong solidaritas global untuk mengakhiri genosida di Gaza, menegakkan keadilan internasional, dan memungkinkan akses kemanusiaan tanpa hambatan.
Ketua BSMI Muhammad Djazuli Ambari mengatakan, konferensi ini bukan hanya momen untuk diskusi, tetapi juga momen untuk menjadi saksi dan memberikan respons terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza.
“Ini bukan hanya forum diskusi, tetapi untuk menjadi saksi, mendengarkan, dan bertindak atas tragedi kemanusiaan di Gaza, Palestina, di bawah langit yang sama dengan kita, sebuah genosida sedang berlangsung di depan mata kita,"kata Djazuli ketika memberika opening ceremony.
Djazuli mengungkapkan, pihak BSMI bersama jaringan kemanusiaan internasional, terus berupaya menyalurkan bantuan ke Gaza. Meski demikian, upaya tersebut mengalami banyak hambatan.
“The Indonesian Res Cresent Society (BSMI), bersama dengan gerakan kemanusiaan internasional, tengah berupaya semaksimal mungkin untuk menyalurkan bantuan (ke Gaza). Namun, yang kami hadapi bukan hanya kendala logistik, tetapi juga blokade yang membuat akses kemanusiaan hampir tidak mungkin,kata dia.
Pengarah BNPB Prof Basuki Supartono menggambarkan kerusakan yang terjadi di Gaza ketika mereka masuk ke Gaza serta kendala BSMI ketika menerima pasien yang mengalami trauma, luka kronis, amputasi, dan gizi buruk.
“Pada April-Mei 2025, Tim Medis Darurat Bulan Sabit Merah Indonesia masuk ke Gaza dan secara langsung menyaksikan kerusakan massal, termasuk penghancuran rumah sakit, ambulans, jalan, serta kelangkaan parah obat-obatan, air, listrik, dan bahan bakar. Rumah sakit kewalahan menangani pasien trauma, luka kronis, amputasi, dan gizi buruk,"kata dia.
Selain itu, Basuki memaparkan data korban jiwa dari genosida di Gaza yang di lakukan Israel yang dimana genosida ini telah melanggar hukum humaniter internasional
“Hingga saat ini, 68.858 orang tewas dan 170.664 terluka, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Genosida ini melanggar hukum humaniter internasional dan mengguncang nurani global,"kata dia.




