Sabtu 22 Nov 2025 18:46 WIB

Gus Ulil dan Gus Yahya Sebut Pemakzulan Berbahaya bagi NU

Gus Yahya juga mewanti-wanti pemakzulannya berbahaya bagi NU.

Rep: Muhyiddin/ Red: Fitriyan Zamzami
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla.
Foto: Istimewa
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ulil Abshar Abdalla, angkat bicara terkait mencuatnya isu pemakzulan terhadap Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf. Dalam sebuah pernyataan yang diunggahnya, Gus Ulil menilai wacana pelengseran tersebut sebagai langkah yang ironis dan berbahaya bagi tradisi organisasi.

Ulil membandingkan situasi saat ini dengan masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada era Orde Baru, kata dia, upaya pendongkelan terhadap Ketum PBNU justru datang dari pihak eksternal yang berkuasa. 

Baca Juga

Meski menghadapi tekanan berat, Gus Dur tetap bertahan dan NU mampu melewati masa-masa sulit itu. “Di zaman Gus Dur dulu, upaya pendongkelan Ketua Umum dilakukan oleh pihak eksternal (pemerintah otoriter Orba). Dan saat itu, NU survive, selamat. Gus Dur pun sebagai Ketum PBNU saat itu tetap bertahan. Luar biasa,” ujar Gus Ulil melalui tulisan di Facebook pribadinya, Sabtu (22/11/2025).   

Ia menegaskan bahwa periode tersebut menjadi fase penting yang dikenang manis oleh generasi NU, termasuk dirinya. Namun, menurut Ulil, kondisi yang muncul hari ini sangat berbeda dan justru lebih memprihatinkan.

“Itu fase sejarah NU yang selalu dikenang dengan manis oleh generasi NU dari waktu ke waktu, terutama generasi saya. Sekarang, upaya pendongkelan itu justru datang dari dalam. Ironis. Tidak terbayangkan,” kata Gus Ulil.

photo
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (kiri) bersama Organization Comitte ISORA Najib Azca (tengah) dan Steering Comitee ISORA Ulil Abshar Abdalla menyampaikan konferensi pers pada acara Road To R20 International Summit of Religious Authorities (ISORA) di Jakarta, Selasa (21/11/2023). - (Republika/Putra M Akbar)

Ia pun menyebut langkah melengserkan ketua umum di tengah masa khidmat sebagai “sunnah sayyi’ah” atau preseden buruk yang seharusnya tidak dimulai, terlebih jika wacana itu muncul dari pucuk pimpinan tertinggi dalam struktur jam’iyah.

“Bukan saja ironis, ini juga memulai "sunnah sayyiah", kebiasaan buruk, yaitu melengserkan Ketua Umum di tengah jalan. Yang lebih ironis lagi, kebiasaan baru yang tidak baik ini justru dimulai dari pucuk pimpinan tertinggi,” ucapnya.

Gus Ulil berharap NU kembali mampu melewati ujian internal ini dan organisasi tetap solid. “Semoga kali ini pun NU survive, dan Ketum selamat,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement