Rabu 10 Dec 2025 14:20 WIB

Isi Surat Gus Yahya ke Menkumham Soal Kepengurusan PBNU

Surat tersebut ditembuskan kepada Rais Aam PBNU.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyampaikan keterangan terkait dinamika kepengurusan di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya tetap menjabat sebagai Ketua Umum PBNU hasil Muktamar NU ke-34 di Lampung. Selain itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini tetap menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya bersama seluruh struktur kepengurusan di semua tingkatan dan tidak ada satu pun agenda atau program yang mengalami hambatan dalam pelaksanaannya, termasuk telah mengoordinasikan langkah-langkah untuk berkontribusi dalam penanggulangan dampak bencana alam di berbagai daerah yang sedang terjadi.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menyampaikan keterangan terkait dinamika kepengurusan di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (3/12/2025). Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya tetap menjabat sebagai Ketua Umum PBNU hasil Muktamar NU ke-34 di Lampung. Selain itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini tetap menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya bersama seluruh struktur kepengurusan di semua tingkatan dan tidak ada satu pun agenda atau program yang mengalami hambatan dalam pelaksanaannya, termasuk telah mengoordinasikan langkah-langkah untuk berkontribusi dalam penanggulangan dampak bencana alam di berbagai daerah yang sedang terjadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) melayangkan surat resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas untuk meminta Kemenkumham tidak mengesahkan perubahan apa pun terkait susunan kepengurusan PBNU 2022–2027 di tengah memanasnya dinamika internal organisasi.

Surat bernomor 4802/PB.03/B.I.01.61/99/12/2025 tertanggal 5 Desember 2025 itu berisi pemberitahuan sekaligus permohonan agar pemerintah tidak mengambil langkah administratif sebelum proses penyelesaian konflik diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme organisasi.

Baca Juga

Dalam surat tersebut, PBNU menegaskan bahwa berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 40 ayat (1) huruf e, Ketua Umum PBNU adalah mandataris muktamar dan tidak dapat diberhentikan kecuali melalui Muktamar Luar Biasa dengan pembuktian pelanggaran berat sesuai ketentuan Pasal 74 ART.

Karena itu, keputusan Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 yang berujung pada klaim pemberhentian Ketua Umum dinyatakan tidak memiliki dasar hukum.

“Apalagi pemberhentian tersebut hanya didasarkan pada dugaan-dugaan yang tidak melalui proses pembuktian yang benar,” tulis PBNU dalam surat yang ditandatangani KH Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris Jenderal Dr Najib Azca.

PBNU juga melampirkan daftar pelanggaran yang dituding dilakukan Rais Aam KH Miftachul Akhyar, mulai dari memutus komunikasi dengan Ketua Umum selama berbulan-bulan hingga menggunakan Rapat Harian Syuriyah untuk memaksakan pemberhentian Ketua Umum. Termasuk pula dugaan pemanfaatan dokumen audit palsu dan penyampaian pernyataan bernuansa fitnah.

Selain menyoroti aspek hukum organisasi, surat itu juga menyebut adanya langkah-langkah para kiai sepuh dan jajaran Mustasyar PBNU yang tengah berupaya mengupayakan rekonsiliasi dan meredakan ketegangan antarpihak.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement